1. Asal Usul Sunan Muria
Beliau adalah
putera Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya
Raden Umar Said. Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau menggunakan cara
halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan airnya. Itulah cara yang
ditempuh untuk menyiarkan agama Islam di sekitar Gunung Muria.
Tempat tinggal
beliau di gunung Muria yang salah satu puncaknya bernama Colo. Letaknya
disebelah utara kota Kudus. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang,
nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliau lah satu-satu wali yang tetap
mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk
menyampaikan Islam. Dan beliau pula yang menciptakan
tembang Sinom dan Kinanti.
2. Sakti
Mandraguna
Bahwa Sunan Muria itu adalah wali yang
sakti, kuat fisiknya dapat dibuktikan dengan letak padepokannya yang terletak
di atas gunung. Menuju ke makam Sunan Muria pun perlu tenaga ekstra karena
berada diatas bukit yang tinggi.
Bayangkanlah, jika sunan Muria dan
isterinya atau dengan muridnya setiap hari harus naik turun guna menyebarkan
agama Islam kepada penduduk setempat, atau berdakwah kepada para nelayan dan
pelaut serta para pedagang. Hal itu tidak dapat dilakukannya tanpa adanya fisik
yang kuat. Soalnya menunggang kuda tidak mungkin dapat dilakukan untuk mencapai
tempat tinggal Sunan Muria. Harus dengan jalan kaki. Itu berarti Sunan Muria
memiliki kesaktian yang tinggi, demikian pula dengan murid-muridnya.
Bukti bahwa Sunan Muria adalah guru
yang sakti mandraguna dapat ditemukan dalam kisah perkawinan dengan Dewi
Roroyono. Dewi Roroyono adalah puteri Sunan Ngerang, yaitu seorang ulama yang
disegani masyarakat karena ketinggian ilmunya, tempat tinggalnya di Juana.
Demikian saktinya Sunan Ngerang ini
sehingga Sunan Muria dan Sunan Kudus sampai-sampai berguru kepada
beliau.
Pada suatu hari Sunan Ngerang mengadakan
syukuran atas usia Dewi Roroyono yang genap 20 tahun. Murid-muridnya diundang
semua. Seperti : Sunan Muria, Sunan Kudus, Adipati Pathak Warak, Kapa dan Adiknya Gentiri. Tetangga dekat jua
diundang, demikian pula snak kadang yang dari jauh.
Setelah tamu berkumpul Dewi Roroyono dan
adiknya Dewi Roro Pujiwati keluar menghidangkan makanan dan minuman. Keduanya
adalah dara-dara yang cantik jelita. Terutama Dewi Roroyono yang telah berusia
20 tahun, bagaikan bunga yang sedang mekar-mekarnya.
Bagi Sunan Kudus dan Sunan Muria yang sudah berbekal ilmu agama dapat menahan
pandangan matanya sehingga tidak terseret oleh godaan setan. Tapi seorang murid
Sunan Ngerang yang lain yaitu Adipati Pathak Warak memandang Dewi Roroyono
dengan mata tidak berkedip melihat kecantikan gadis itu.
Sewaktu menjadi cantrik atau murid Sunan
Ngerang, yaitu ketika Pthak Warak belum menjadi seorang Adipati, Roroyono masih
kecil, belum nampak benar kecantikannya yang mempesona, sekarang gadis itu
benar-benar membuat Adipati Pathak Warak tergila-gila. Sepasang matanya hampir
melotot memandangi gadis itu terus menerus.
Karena dibakar api asmara yang menggelora,
Pathak Warak tidak tahan lagi. Dia menggoda Roroyono dengan ucapan-ucapan yang
tidak pantas. Lebih-lebih setelah lelaki itu bertindak kurang ajar.
Tentu saja Roroyono merasa malu sekali,
lebih-lebih ketika lelaki itu berlaku kurang ajar dengan memegangi
bagian-bagian tubuhnya yang tak pantas disentuh. Si gadis naik pitam, nampan
berisi minuman yang dibawanya sengaja ditumpahkan ke pakaian sang adipati.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah, hatinya
marah sekali diperlakukan seperti itu. Apalagi dilihatnya para tamu undangan
menertawakan kekonyolan itu, diapun semakin malu. Hampir saja Roroyono
ditamparnya kalau tidak ingat bahwa gadis itu adalah puteri gurunya.
Roroyono masuk kedalam kamarnya, gadis itu
menangis sejadi-jadinya karena dipermalukan oleh Pathak Warak.
Malam hari tamu-tamu dari dekat sudah
pulang ketempatnya masing-masing. Tamu dari jauh terpaksa menginap di rumah
Sunan Ngerang, termasuk Pathak Warak dan Sunan Muria. Namun hingga lewat tengah
malam Pathak Warak belum dapat memejamkan matanya.
Pathak Warak kemudian bangkit dari
tidurnya. Mengendap-ngendap ke kamar Roroyono. Gadis itu diserepnya sehingga
tidak sadarkan diri, kemudian melalui genteng Pathak Warak masuk dan membawa
lari gadis itu melalui jendela. Dewi Roroyono dibaw alari ke Mandalika,
wilayah Keling atau Kediri.
Setelah Sunan Ngerang mengetahui bahwa
puterinya diculik oleh Pathak Warak, maka beliau berikrar siapa saja yang
berhasil membawa puterinya kembali ke ngerang akan dijodohkan dengan puterinya
itu dan bila perempuan akan dijadikan saudara Dewi Roroyono. Tak ada yang
menyatakan kesanggupannya. Karena semua orang telah maklum akan kehebatan dan
kekejaman Pathak Warak. Hanya Sunan Muria yang bersedia memenuhi harapan Sunan
Ngerang.
Saya akan berusaha mengambil Diajeng Dewi
Roroyono dari tangan Pathak Warak, kata Sunan Muria.
Tetapi ditengah perjalan Sunan Muria
bertemu dengan Kapa dan Gentiri, adik seperguruan yang lebih dulu pulang
sebelum acara syukuran berakhir. Kedua orang itu merasa heran melihat Sunan
Muria berlari cepat menuju arah daerah Keling.
Mengapa kakang tampak tergesa-gesa? Tanya
Kapa. Sunan Muria lalu menceritakan penculikan Dewi Roroyono yang dilakukan
oleh Pathak Warak.
Kapa dan Gentiri sangat menghormati Sunan
Muria sebagai saudara seperguruan yang lebih tua. Keduanya lantas menyatakan
diri untuk membantu Sunan Muria merebut kembali Dewi Roroyono.
Kakang sebaiknya pulang ke Padepokan Gunung
Muria. Murid-murid kakang sangat membutuhkan bimbingan. Biarlah kami berusaha
merebut diajeng Dewi Roroyono kembali. Kalau berhasil kakang tetap berhak
mengawininya, kami hanya sekedar membantu, kata kapa.
Aku masih sanggup untuk merebutnya sendiri,
ujar Sunan Muria.
Itu benar, tapi
membimbing orang memperdalam agama Islam lebih penting, percayalah pada kami.
Kami pasti sanggup merebutnya kembali, kata kapa ngotot.
Sunan Muria
akhirnya meluluskan permintaan adik seperguruannya itu. Rasanya tidak enak
menolak seseorang yang hendak berbuat baik. Lagi pula ia harus menengok para
santrinya di padepokan Gunung Muria.
Untuk merebut Dewi
Roroyono dari tangan Pathak Warak, Kapa dan Gentiri ternyata minta bantuan
seorang Wiku Lodhang Datuk di pulau Sprapat yang dikenal sebagai tokoh sakti
yang jarang tandingannya. Usaha itu berhasil. Dewi Roroyono dikembalikan ke
Ngerang.
Hari berikutnya Sunan Muria hendak ke
Ngerang. Ingin mengetahui perkembangan usaha Kapa dan Gentiri. Ditengah jalan
beliau bertemu dengan Adipati Pathak Warak.
Hai Pathak Warak berhenti kau, bentak Sunan
Muria.
Pathak Warak yang sedang naik kuda terpaksa
berhenti karena Sunan Muria menghadang didepannya.
Minggir!! Jangan menghalangi Jalanku,
hardik Pathak Warak.
Boleh, asal kau kembalikan Dewi Roroyono !
Goblok!! Dewi Roroyono sudah dibawa Kapa
dan Gentiri!! Kini aku hendak mengejar mereka!! Umpat Pathak Warak.
Untuk apa kau mengejar mereka?
Merebutnya kembali! Jawab Pathak Warak
dengan sengit.
Kalau begitu langkahi dulu mayatku, Dewi
Roroyono telah dijodohkan denganku, ujar Sunan Muria sambil pasang kuda-kuda.
Tanpa basa basi Pathak Warak melompat dari
punggung kuda. Dia merangkak ke arah Sunan Muria dengan jurus-jurus cakar
harimau. Tapi dia bukan tandingan putera Sunan
Kalijaga yang memiliki segudang kesaktian.
Hanya dalam beberapa kali gebrakan, Pathak
Warak telah jatuh atau roboh di tanah dalam keadaan fatal. Seluruh kesaktiannya
lenyap dan ia menjadi lumpuh, tak mampu untuk bangkit berdiri apalagi berjalan.
Sunan Muria kemudian meneruskan perjalanan
ke Juana. Kedatangannya disambut gembira oleh Sunan Ngerang. Karena Kapa dan
entiri telah bercerita jujur bahwa mereka sendirilah yang memaksa mengambil
alih tugas Sunan Muria mencari Dewi Roroyono, maka Sunan Ngerang pada akhirnya
menjodohkan Dewi Roroyono dengan Sunan Muria. Upacara pernikahan pun segera dilaksanakan.
Kapa dan Gentiri yang berjasa besar itu
diberi hadiah tanah di desa Buntar. Dengan hadiah itu keduanya sudah menjadi
orang kaya yang hidupnya serba berkecukupan.
Sedang Sunan Muria memboyong isterinya ke
Padepokan Gunung Muria. Mereka hidup Bahagia, karena merupakan pasangan yang
ideal.
Tidak demikian halnya dengan Kapa dan
Gentiri. Sewaktu membawa Dewi Roroyono dari keling ke Ngerang agaknya mereka
terlanjur terpesona oleh kecantikan wanita jelita itu. Siang malam mereka tidak
bisa tidur. Wajah wanita itu senantiasa terbayang. Namun karena wanita itu
sudah diperisteri kakak seperguruannya mereka tak dapat berbuat apa-apa lagi.
Hanya penyesalan yang menghujam didada. Mengapa mereka dulu terburu-buru
menawarkan jasa baiknya. Betapa enaknya Sunan Muria, tanpa bersusah payah
sekarang menikmati kebahagiaan bersama gadis yang mereka dambakan. Inilah
hikmah ajaran agama agar lelaki diharuskan menahan pandangan matanya dan
menjaga kehotmatan (kemaluan) mereka.
Andaikata Kapa dan Gentiri tidak memandang
terus menerus kearah wajah dan tubuh Dewi Roroyono yang indah itu pasti mereka
tidak akan terpesona dan tidak terjerat oleh iblis yang memasang perangkap pada
pandangan mereka.
Kini Kapa dan Gentiri benar-benar telah
dirasuki iblis. Mereka bertekad hendak merebut Dewi Roroyono dari tangan Sunan
Muria. Mereka telah sepakat untuk menjadikan wanita itu sebagai isteri bersama
secara bergiliran. Sungguh keji rencana mereka.
Gentiri berangkat lebih dahulu ke Gunung
Muria. Namun ketika ia hendak melaksanakan niatnya dipergoki oleh murid Sunan
Muria, terjadilah pertempuran dahsyat. Apalagi ketika Sunan Muria keluar
menghadapi Gentiri, suasana menjadi semakin panas. Akhirnya gentiri tewas
menemui ajalnya di puncak Gunung Muria.
Kematian Gentiri cepat tersebar ke berbagai
daerah. Tapi tidak membuat surut niat Kapa. Kapa cukup cerdik. Dia datang ke
gunung Muria secara diam-diam dimalam hari. Tak seorangpun yang mengetahuinya.
Kebetulan pada saat itu Sunan Muria dan
beberapa murid pilihannya sedang bepergian ke Demak Bintoro. Kapa menyerep
murid-murid Sunan Muria yang berilmu rendah, yang ditugaskan menjaga Dewi
Roroyono. Kemudian yang dengan mudahnya Kapa menculik dan membawa wanita
impiannya itu ke pulau sprapat.
Pada saat yang sama, sepulangnya dari Demak
Bintoro. Sunan Muria bermaksud mengadakan kunjungan kepada Wiku Lodhang Datuk
di pulau Sprapat. Ini biasanya dilakukannya bersahabat dengan pemeluk agama
lain bukanlah suatu dosa. Terlebih sang Wiku itu pernah meneolongnya merebut
Dewi Roroyono dari Pathak Warak.
Seperti ajaran Sunan Kalijaga yang mampu hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dalam suatu
negeri. Lalu ditunjukkan akhlak Islam yang mulia dan agung. Bukannya berdebat
tentang perbedaan agama itu sendiri. Dengan menerapkan ajaran-ajaran akhlak
yang mulia itu nyatanya banyak pemeluk agama lain yang pada akhirnya tertarik
dan masuk Islam secara sukarela.
Ternyata, kedatangan Kapa ke pulau Sparapat
itu tidak disambut baik oleh Wiku Lodhang Datuk.
Memalukan! Benar-benar nista perbuatanmu
itu! Cepat kembalikan isteri kakang seperguruanmu sendiri itu! Hardik Wiku
Lodhang Datuk dengan marah.
Bapa Guru ini bagaiman, bukakah aku ini
muridmu? Mengapa tidak kau bela? Protes Kapa.
Sampai matipun aku takkan sudi membela
kebejatan budi pekerti walau pelakunya itu muridku sendiri !
Perdebatan antara guru dengan murid itu
berlangsung lama. Tanpa mereka sadari Sunan Muria sudah sampai ditempat itu.
Betapa terkejutnya Sunan Muria melihat isterinya sedang tergolek ditanah dalam
keadaan terikat kaki dan tangannya. Sementara Kapa dilihatnya sedang adu mulut
dengan gurunya yaitu Wiku Lodhang Datuk.
Begitu mengetahui kedatangan Sunan Muria,
Kapa Langsung melancarkan serangan dengan jurus-jurus maut. Wiku Lodhang Datuk
menjauh, melangkah menuju Dewi Roroyono untuk membebaskan belenggu yang
dilakukan Kapa.
Bersamaan dengan selesainya sang Wiku
membuka tali yang mengikat tubuh Dewi Roroyono. Tiba-tiba terdengar jeritan
keras dari mulut Kapa.
Ternyata serangan dengan pengerahan aji
kesaktian yang dilakukan Kapa berbalik menghantam dirinya sendiri. Itulah ilmu yang
dimiliki Sunan Muria. Mampu membalikkan serangan lawan.
Karena Kapa
menggunakan aji pamungkas yaitu puncak kesaktian yang dimilikinya maka ilmu itu
akhirnya merenggut nyawanya sendiri.
Maafkan saya tuan
Wiku….,ujar Sunan Muria agak menyesal. Tidak mengapa. Menyesal aku turut
memberikan ilmu kepadanya. Ternyata ilmu
itu digunakan untuk jalan kejahatan, gumam Sang Wiku.
Bagaimanapun Kapa adalah muridnya,
pantaslah kalau dia menguburkannya secara layak.
Pada akhirnya Dewi
Roroyono dan Sunan Muria kembali ke Padepokan dan hidup bahagia.
0 Komentar untuk "SUNAN MURIA (Raden Umar Syahid)"