Pada suatu hari, Adipati Sokaraja
yang bernama Raden Jebug Kusumo dan istrinya sedang memikirkan anaknya yang
bernama Raden Mas Kuncung yang sedang menuntut ilmu di daerah Cirebon. Tiba –
tiba datang seorang begawan yang bernama Ki Reksonoto dari pertapaan Kendang
Bolong (wilayah kabupaten Purbalingga) yang sedang dikejar – kejar oleh Kali
Genteng, putera dari Kerta Bangsa (Adipati Purbalingga). Kali Genteng menginginkan Pusaka Brongos Setan Kober yang berwujud sebagai
keris. Kali Genteng memaksa meminta pusaka tersebut karena diberi tahu oleh
ayahnya apabila ia ingin mewarisi tahta Adipati dari ayahandanya, maka ia harus
bisa mendapatkan keris Setan Kober tersebut yang dimiliki oleh Begawan
Reksonoto (yang tidak lain adalah kakeknya sendiri).
Ternyata keris Setan Kober telah diberikan kepada Raden Jebug Kusumo karena
ia adalah anak yang tertua, maka tidak mungkin Ki Reksonoto memberikan keris
tersebut kepada Kali Genteng. Akhirnya Kali Genteng geram dan ingin membunuh Ki
Reksonoto. Maka terjadilah keributan antara Adipati Jebug Kusumo, Ki Reksonoto,
dan Kali Genteng di Pendopo Kadipaten Sokaraja.
Pada saat terjadi keributan itu, datanglah Raden Mas Kuncung. Ia
bertanya kepada ayahandanya mengenai kejadian yang sedang diributkan di Pendopo
Kadipaten Sokaraja. Kemudian ayahnya menjawab bahwa Kali Genteng akan membunuh
Ki Reksonoto karena tidak menyerahkan Pusaka Brongos Setan Kober. Oleh karena
itu, untuk mengamankan situasi, Jebug Kusumo menyerahkan permasalahan itu
kepada R. M. Kuncung. Kemudian terjadi keributan antara Raden Kuncung dengan
Kali Genteng. Kali Genteng terpojok dan melarikan diri menyelam ke sebuah
sungai. Para prajurit dari Kadipaten Sokaraja melempari sungai tersebut dengan
batu atau benda – benda yang ada di sekitar mereka. Bahkan R. M Kuncung dan
prajuritnya masih tetap mencari Kali Genteng dengan menyelam ke sungai
tersebut.
Pada saat berada di dalam air, tiba- tiba R. M. Kuncung memegang kepala
seekor ikan besar yang halus dan licin, seperti pelus. Oleh sebab itu, R.M.
Kuncung memberi nama sungai tersebut sungai Pelus. R. M. Kuncung terus mencari
Kali Genteng dan sampailah ia di sebuah tempat yang luas dan airnya tenang dan
dalam. R. M. Kuncung dan prajuritnya mengira Kali Genteng sudah mati karena
lama tidak muncul ke permukaan. Anehnya, tempat tersebut tidak berbau anyir,
namun malah berbau harum sehingga ia memberi nama tempat tersebut sebagai
Kedung Kenanga. Pencarian tidak berhenti sampai di situ, mereka mencari sampai
ke bagian hilir sungai dan mereka mendapati banyak ikan kecil yang mirip
seperti ncit. Kemudian R. M. Kuncung memberi nama tempat tersebut Kalincit
(sekarang tempat tersebut adalah sebuah gerumbul di desa Pajerukan, kecamatan
Kalibagor).
Setelah lama mencari, akhirnya mereka tidak menemukan Kali Genteng. R. M.
Kuncung dan prajuritnya mengira Kali Genteng sudah mati. Mereka memutuskan
untuk kembali ke Kadipaten Sokaraja dan segera melaporkan hal ini kepada
Adipati Sokaraja. Sebenarnya, tanpa sepengetahuan dari R. M. Kuncung, Kali
Genteng sudah lebih dulu muncul di daerah hilir sungai Pelus dan lari ke arah
utara, kembali ke Kadipaten Purbalingga untuk menyelamatkan diri sebab Kali
Genteng sudah merasa terpojok.
Sesampainya di Kadipaten Purbalingga, Kali Genteng mendapat tugas dari
ayahandanya untuk meresmikan sebuah pasar baru di daerah Watu Kumpul (wilayah
kabupaten Pemalang, dari Belik ke arah timur). Peresmian pasar tersebut
disertai dengan hiburan wayang dengan dhalang Mocokondo atau sejenis wayang
dengan dhalang Jemblung. R. M. Kuncung mengetahui bahwa Kali Genteng mencari
dhalang Mocokondo, maka ia menyamar sebagai dhalang Mocokondo dengan lakon
babad Purbalingga – Sokaraja.
Pada saat menceritakan babad Purbalingga – Sokaraja, Kali Genteng
tersinggung dengan dengan cerita dhalang tersebut, sontan Kali Genteng
menendang itu dhalang dan terjadilah perkelahian antara Kali Genteng dan
dhalang Mocokondo itu yang sesungguhnya adalah R. M. Kuncung. Ki dhalang
menusukan pusaka Brongos Setan Kober ke arah Kali Genteng. Karena terkena
pusaka tersebut, Kali Genteng berubah wujud menjadi seekor naga. Kemudian Kali
Genteng yang berwujud sebagai naga kembali kepada orang tuanya dan orang tuanya
memerintahkan agar ia bertapa selama 40 tahun.
Dengan adanya kisah tersebut, maka muncul mitos yang menyatakan bahwa jika
ada orang Purbalingga yang mandi di sungai Pelus, maka orang tersebut akan
celaka. Mitos
ini dipercai oleh warga Sokaraja.
Sekian share dari saya, semoga bermanfaat.
Tag :
Kearifan lokal,
Legenda
2 Komentar untuk "LEGENDA SOKARAJA DAN KALI PELUS"
pernah denger yang kayak ginian nih...
Terus berkreasi bro.