Legenda Kali Serayu dan Kali Klawing
Bagi masyarakat Banyumas sungai Serayu memiliki makna yang sangat penting.
Kata "serayu" konon berasal dari kata "soroh" (menyerahkan)
dan "hayu" (hidup), yang berarti totalitas penyerahan hidup manusia
Banyumas terhadap alam semesta. Ini merupakan wujud pemahaman kosmologi
masyarakat tradisional di wilayah ini, bahwa kehidupan manusia di dunia menjadi
bagian tak terpisahkan dari alam semesta. Alam memiliki kekuatan yang teramat
dahsyat, yang mampu memberikan pengaruh apapun terhadap kehidupan manusia, baik
positif maupun negatif. Oleh karena itu, dalam usaha menjaga kontinuitas
kehidupan dunia, manusia wajib secara total menyerahkan diri sebagai bagian
integral perjalanan alam semesta.
Pada masa penyebaran agama Hindu, sungai Serayu digambarkan sebagai analogi
dari sungai Gangga di India. Di wilayah Banyumas terdapat legenda bahwa sungai
Serayu dibuat oleh Bima hanya dengan menggunakan (maaf!) penisnya. Sumber mata
air sungai ini di pegunungan Dieng bernama Tuk Bima Lukar. Menurut legenda yang
berkembang, pembuatan sungai Serayu dilakukan merupakan acara lomba dengan para
Kurawa yang berjumlah 100 orang, dipimpin oleh Pendhita Drona. Bima membuat
sungai Serayu, sementara Kurawa membuat sungai Klawing.
Sesampainya di suatu tempat, Bima didampingi oleh punakawan menggelar tikar
untuk istirahat makan. Namun belum sempat memakan bekal yang sudah disiapkan
terdengar sorak-sorai Korawa yang merasa yakin akan memenangkan lomba itu.
Akhirnya Bima batal istirahat. Tempat untuk menggelar tikar selanjutnya disebut
kampung "Gelaran". Bima memandang (Jawa: nyawang) ke arah
selatan dan tampak (Jawa: katon) para Kurawa sedang berpesta merayakan
kemenangan mereka. Tempat untuk memandang (nyawang) selanjutnya disebut kampung
"Sawangan" dan tempat para Kurawa tampak sedang berpesta disebut
"Somakaton" (berasal dari kata para "Kusuma wus katon").
Ketiga tempat ini terdapat di wilayah Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas.
Khawatir mengalami kekalahan, maka Bima segera mempercepat kerjanya, dan
akhirnya memenangkan perlombaan. Kekalahan Kurawa menempatkan Pandhita Drona
sebagai korban. Pandhita dari Sokalima itu dihukum dengan cara dipotong
penisnya dan dibuang di tepian sungai Klawing. Tempat itu sekarang dikenal
dengan nama Panembahan Drona, bertempat di Desa Kedungbenda, Kecamatan
Kemangkon, Kabupaten Purbalingga. Di tempat itu masih tersimpan sebuah lingga
yang konon penjelmaan dari penis Pandhita Drona.
Di luar legenda yang berkembang tersebut di atas, dapat diperoleh gambaran
bahwa keberadaan sungai serayu sangat terkait dengan paham tentang kesuburan. Sungai dan atau air
identik dengan kesuburan. Paham demikian selaras dengan cerita lain tentang
air, seperti banyu prewita urip, air kehidupan dan lain-lain. Di sisi
lain, alat kelamin pun lazim dikaitkan dengan paham tentang kesuburan seperti
halnya artefak-artefak masa klasik (Hindu-Budha) ditemukan lingga dan yoni yang
juga dipahami terkait dengan upacara kesuburan.
Pada era sekarang ini, sungai Serayu merupakan
salah satu dari dua ikon penting kepariwisataan Banyumas, yaitu gunung Samet
dan sungai Serayu. Dengan dua ikon penting inilah, Kabupaten Banyumas tengah
menggencarkan usaha mewujudkan menjadi salah satu daerah tujuan wisata di Jawa
Tengah.sekian dari saya dan semoga
bermanfaat
0 Komentar untuk "Legenda Kali Serayu dan Kali Klawing"