Dzikir & Ajaran Sunan Kalijaga
Lir-ilir,
lir-ilir, tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar
Cah
angon-cah angon, penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu
yo penekno, kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro,
kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono
jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane
Yo
surak-o… surak hiyo…
Siapa yang tak mengenal tembang di atas? Selain Lir-ilir, ada
lagi tembang Gundul Pacul dan lain sebaginya. Tembang itu adalah ciptaan
kanjeng Sunan Kalijaga, alias Raden Said (Raden Sahid) yang sering disebut
sebagai wali orisinil. Walapun ada pula yang menyebutkan bahwa tembang Lir-ilir
itu karya Sunan Bonang. Namanya akrab di telinga Islam Jawa. Dan, nyatanya dialah satu-satunya wali yang bisa diterima
oleh berbagai pihak, baik oleh mutihan atau abangan, santri atau awam.
Sunan
Kalijaga adalah putra Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau
Raden Sahur. Tumenggung Wilatikta sering disebut Raden Sahur walau dia
termasuk keturunan Ranggalawe yang beragama Hindu tetapi Raden Sahur
sendiri sudah masuk agama Islam. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya,
Syek Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat
Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai
(kali), atau jaga kali. Ada pula yang menyatakan, asalnya dari kata jaga
(menjaga) dan kali (sungai). Versi ini berdasarkan pada penantian Lokajaya akan
kedatangan Sunan Bonang selama tiga tahun, di tepi sungai.
Sunan Kalijaga dilukiskan hidup dalam empat era
pemerintahan, yaitu masa Majapahit (sebelum 1478), Kesultanan Demak
(1481-1546), Kesultanan Pajang (1546-1568), dan awal pemerintahan Mataram
(1580-an). Begitulah yang dinukilkan Babad Tanah Jawi, yang memerikan
kedatangan Sunan Kalijaga ke kediaman Panembahan Senapati di Mataram. Dengan
demikian diperkirakan masa hidup Sunan Kalijaga mencapai lebih dari 100 tahun.
Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah
dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said
(Raden Umar Sahid) (Sunan Muria), Dewi Rakayuh, dan Dewi Sofiah. Dengan
demikian Sunan Kalijaga adalah ipar dari Sunan Giri. Pasalnya, Sunan Giri adalah putra dari Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu.
Ketika wafat, beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara).
Sunan Kalijaga, seperti halnya Syekh Siti Jenar, memang
menyebarkan agama Islam di tanah Jawa melalui sisi budaya. Islam menemui banyak
halangan untuk berkembang di tanah Jawa karena bertemu dengan kultur yang sudah
sangat kuat, yaitu kultur Hindu/Buddha di bawah pengaruh kerajaan Majapahit.
Oleh karena itu, Sunan Kalijaga melakukan transmogrifikasi dengan memasukkan
unsur-unsur Islam dalam budaya-budaya Jawa seperti memasukannya ke dalam syair-syair macapat, memodifikasi
wayang kulit, menciptakan lagu yang sangat terkenal Lir- ilir, dan sebagainya.
Buku ini tidak sededar bertutur kata tentang kisah Sunan
Kalijaga, tetapi mengungkap ajaran serta amalan yang diwariskan, seperti
doa-doa (kidung) baik yang berbahasa Jawa maupun yang diambil dari ma’surat. Dengan demikian kita bisa lebih paham
ajaran (pesan) kearifan Sunan Kalijaga serta bisa mendapatkan khazanan lama
yang berharga. Sebagai
contohnya, wejangan dibalik tembang Lir-ilir dan wejangan tentang pacul.
Wejangan
dibalik tembang Lir-ilir
Bila
kita renungkan secara mendalam apa yang tersirat dari suratan tembang Lir-ilir
tersebut secara globalnya adalah sebagai berikut:
*)
Bait pertama, mulai bangkitnya Islam.
*)
Bait kedua, merupakan perintah untuk melaksanakan kelima Rukun Islam.
*)
Bait ketiga, bertobat, memperbaiki kesaahan-kesalahan yang pernah dilakukan.
Kesemuanya untuk bekal kelak bila mati.
*)
Dan bait selanjutnya mempunyai arti yang menyimpulkan mumpung ada
kesempatan baik.
Wejangan
tentang Pacul
Wejangan
Sunan Kalijaga tentang Pacul yang diberikan kepada Ki Ageng Sela juga sangat menarik untuk dikaji.
Wejangan yang nampaknya sederhana itu bermakna sangat dalam.
Pacul
atau
cangkul merupakan senjata utama andalan para petani. Senjata yang ampuh ini digunakan untuk mengolah
lahan pertanian. Menurut wejangan Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Sela, cangkul
terdiri dari 3 bagian, yaitu: 1) Pacul (bagian yang tajam), 2) Bawak
(lingkaran tempat batang doran), dan 3) Doran (batang kayu untuk
pegangan cangkul).
1)
Pacul. Pacul dari kata: ngipatake barang kang muncul,
artinya membuang bagian yang mendugul (semacam benjolan yang tidka
rata). Sifatnya memperbaiki. Sebagai umat Islam, kita harus selalu berbuat baik
dan selalu memperbaiki hidup kita yang penuh dosa. Maka, seperti halnya pacul
yang baik, yaitu kuat dan tajam, kita harus kuat iman, tajam pikiran kita
untuk berbuat kebaikan. Jadi, falsafah pacul tersebut mengandung makna
ajaran agama yang tinggi nilainya.
2)
Bawak. Bawak dari kata obahing awak, artinya geraknya tubuh.
Maksudnya: sebagai orang hidup wajib bergerak tubuh akan menjadi sehat. Arti
istilah yang luas, bahwa sebagai manusia kita wajib berikhtiar, seperti halnya
bekerja untuk memperoleh nafkah dunia dan bergerak mengerjakan shalat untuk
memperoleh nafkah batin.
3)
Doran. Doran dari kata donga marang Pangeran, artinya berdo’a
kepada Tuhan. Maksudnya: kita manusia sebagai umat harus selalu berdo’a kepada
Tuhan, yakni Allah SWT. Karena do’a ini juga bagian vital dari ibadah. Apalagi
shalat lima waktu merupakan kewajiban umat Islam yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi, harus dilaksanakan sepenuhnya.
Wali Songo : Sunan Kalijaga, Dzikir dan Suluk
Sunan Kalijaga atau Sunan
Kalijogo adalah pemimpin para Wali di tanah Jawa. Sunan Kalijogo sangat
melegenda di Masyarakat Jawa.
Dalam mendekatan diri kepada Allah swt, Sunan Kalijogo
menggunakan dzikir sebagai sarananya. Berbagai macam bacaan dzikir beliau
ajarkan kepada muridnya , begitupun cara berdzikirnya, mulai dzikir lisan,
dzikir nafas , dzikir kolbu, dzikir ruh, dzikir perbuatan dll.
Beliau mengajarkan Dzikir kepada seseorang sesuai dengan
tingkat ketaqwaan atau maqom orang tersebut, jadi wajar saja jika di
masyarakat banyak yang mengaku bersumber dari ajaran Sunan Kalijaga, meskipun
mereka berbeda baik bacaan maupun caranya berdzikir.
Diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden
Said. Dia adalah putra
adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur. Nama lain
Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden
Abdurrahman.
Dalam
satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana
Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah dan Dewi
Sofiah.
Masa
hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan
demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478),
Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang
yang berdiri pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan
Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon
dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu
dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor
(Guru) sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya
cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata).
Beliau juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Beliau sangat toleran pada budaya lokal. Beliau
berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka
mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan
Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan
lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam
mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara
suluk sebagai sarana dakwah.
Beberapa lagu suluk ciptaan Sunan Kalijogo yang populer
adalah Ilir-ilir
dan Gundul-gundul Pacul.
Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon
carangan Layang Kalimasada
dan Petruk Dadi Ratu
(“Petruk Jadi Raja”). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua
beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota
Demak (Bintara). Makam Sunan Kalijaga hingga sekarang masih ramai
diziarahi orang.
Murid Sunan Kalijaga diantaranya : Saridin atau
Syekh Jangkung, Mas Karebet atau Jaka Tingkir, Ki Ageng Pandan
Arang atau Sunan Tembayat, Pangeran Natas Angin, Sunan
Bayat, Sunan Geseng, Ki Ageng Selo,
Anda tahu murid Sunan Kalijaga yang lain? silakan
ditambahkan pada kotak komentar, matur nuwun…..
0 Komentar untuk "Ajaran Sunan Kalijaga"