KALIGENTENG
KANDANGBOLONG
Raden Kaligenteng adalah nama seorang tokoh
kontroversial yang lahir di tlatah Purbalingga. Raden Kaligenteng dan Kali
Pelus di Sokaraja adalah dua nama yang sangat berhubungan dalam cerita Babad
Purbalingga - Sokaraja.
Kaligenteng bukan nama
sungai tapi nama seorang pemuda sakti dari tlatah Purbalingga. Dalam cerita ini
minimal ada tiga wilayah yang berada di tiga kabupaten yang perlu disebut dalam
hubungannya dengan Raden Kaligenteng yaitu Purbalingga, Sokaraja, dan
Watukumpul.
Kisah antara keturunan dua orang bersaudara yang sama-sama
memimpin sebuah wilayah tanah perdikan, dalam cerita tutur wilayah kekuasaan
walaupun tidak teramat luas lazim disebut sebagai kadipaten. Saudara yang tua
bernama Ki Jebugkusuma menjadi adipati di Sokaraja, dan yang muda bernama Ki
Kertabangsa menjadi adipati di Bangsakerta, masuk wilayah Purbalingga
Ki Jebugkusuma mempunyai anak laki-laki bernama Raden Kuncung dan Ki
Kertabangsa mempunyai anak laki-laki bernama Raden Kaligenteng. Kedua pemuda
ini oleh orang tua masing-masing dicita-citakan untuk menjadi penguasa yang
mumpuni di wilayahnya masing-masing.
Raden Kuncung menimba ilmu baca, tulis, kesustraan dan
kanuragan di perguruan Krapyak, Gunungjati, Cirebon. Di perguruan ini ia
mendapat bimbingan dari keturunan Sunan Gunungjati yaitu Pangeran Kusuma
Waningyun. Raden Kuncung mendapat pelajaran dengan metode pengajaran para wali
yaitu pelajaran Agama Islam yang dibungkus dengan budaya tradisional seperti
gending dan wayang, juga mempelajari tentang ilmu kanuragan semacam kesaktian
baik secara individu maupun kemampuan taktik dalam pertempuran besar.
Sedang Raden
Kaligenteng berguru di Perguruan Karang Permisan, di sekitar Pulau
Nusakambangan gurunya bernama Ki Sura Sarunggi. Namun pada akhirnya ia berguru
ke sebuah padepokan yang bernama Kandangbolong, di wilayah Kadipaten
Karanglewas. Mendapat bimbingan dari Ki Ageng Reksanata. Ki Ageng Reksanata
adalah seorang pengelana dari Kadipaten Pasirluhur. Ia sesungguhnya pernah
menjadi pejabat kadipaten yang disegani, ia memiliki ilmu pemerintahan yang
mumpuni. Waskita dalam menilai bakat seseorang. Ki Ageng Reksanata suka
mengurai rambutnya yang panjang maka ia terkenal juga sebagai Ki Ageng Ngorean.
Raden Kaligenteng yang sebenarnya memiliki watak keras kepala, suka marah dan
bandel pun dengan kemampuan mata batinnya dapat dibimbing untuk menjadi siswa
perguruan yang baik dan memiliki kesaktian yang mapan. Raden Kaligenteng di
saat berguru suka berada di sekitar Kandangbolong sehingga ia lebih dikenal
sebagai warga Kandangbolong dibandingkan sebagai anak adipati di Kadipaten
Bangsakerta.
Dikisahkan bahwa pada suatu hari saat Ki Kertabangsa di sanggar pamujan
Bangsakerta, bersemedi dengan sungguh-sungguh, datanglah sebuah petunjuk gaib
atau wangsit dari sebuah sosok berwibawa, dengan sorot mata tajam, dahi datar,
bentuk rahang yang kokoh yang seakan memancarkan sikap tegas, mengatakan bahwa
siapapun dapat menjadi seorang adipati di suatu wilayah yang sangat luas dan
akan sangat disegani oleh penguasa wilayah sekitarnya. Syaratnya orang tersebut
harus memiliki pegangan keris Kyai Brongot Setan Kober.
Usai semedi Ki Gede Kertabangsa tercenung lama sekali. Dalam
ketercenungannya ia sempat berpikir bahwa yang memberi wangsit itu tentu
pemilik Keris Kyai Brongot Setan Kober yaitu Adipati Jipang Panolan yang
bernama Aryo Penangsang. Aryo Penangsang gugur dalam pertempuran melawan
Sutawijaya pada sekitar tahun 1549. Raden Sutawijaya berhasil menusukkan tombak
Kyai Plered tepat ketika Aryo Penangsang mendaki tebing setelah berhasil dengan
mengendarai Kuda Jantan Gagak Rimang menyeberangi Bengawan Sore. Sedangkan
wilayah yang sangat luas dalam pikiran Ki Gede Kertabangsa adalah wilayah yang
meliputi Kadipaten Bangsakerta, Karanglewas, Merden, Onje, Cipaku, Sokaraja,
Purbadana dan sampai wilayah utara yaitu Tanah Perdikan Cahyana.
Dalam hal Keris Kyai Brongot Setan Kober, Ki Kertabangsa
pernah ditunjukkan oleh Ki Ageng Reksanata. Keris dengan dapur luk tigabelas,
dengan bilah keris pudak setegal yang indah, gonjonya berwarna emas dan
wrangkanya pun sederhana namun indah. Pada saat menunjukkan keris itu Ki Ageng
Reksanata pun bercerita bahwa keris tersebut ditempa oleh Empu Bayuaji di tepi
sebuah hutan angker di wilayah Cirebon. Saat keris hampir jadi datanglah
sesosok jin yang datang dan ingin ikut menjadi inti isi keris tersebut. Maka
setelah benar-benar sempurna keris ini diberi nama Kyai Setan Kober.
Ki Ageng Reksanata menyebutnya sebagai Keris Brongos Setan
Kober. Masalah keris yang saat itu ada di tangannya, Ki Ageng Reksanata sedikit
tidak yakin akan keaslian keris tersebut. Sesungguhnya keris yang dipegangnya
itu asli atau keris turunan, Ki Ageng Reksanata tidak paham benar. Namun Ki
Ageng Reksanata yakin bahwa Keris Brongos Setan Kober yang ada ditangannya,
apabila keris diberikan dan disimpan sebagai senjata andalan oleh orang yang
tidak tepat maka keris ini dapat mempengaruhi pemiliknya untuk menjadi jahat
dan sangat ambisius.
Akhirnya pada satu hari yang dianggap baik oleh Ki
Kertabangsa, diceriterakanlah wangsit dari sosok Aryo Penangsang kepada
putranya bahwa jika Raden Kaligenteng ingin menjadi adipati yang memiliki
wilayah yang luas dan disegani para adipati di sekitarnya hendaklah Raden
Kaligenteng memiliki Keris Brongos Setan Kober.
“Dan yang memiliki Keris Brongos Setan Kober kebetulan adalah
Ki Reksanata, gurumu di Padepokan Kandangbolong” kata Ki Kertabangsa kepada
Raden Kaligenteng. Sinar mata Raden Kaligenteng seketika bercahaya-cahaya, ada
emosi yang meluap di dadanya. Ia ingin menjadi penguasa yang kajen
keringan, terhormat dan disegani. Ia yakin Ki Ageng Reksanata pasti akan
mendukungnya. Ia akan meminta Keris Brongos Setan Kober untuk
menjadi piyandel, senjata andalan baginya.
Ki Gede Reksabangsa dan Raden Kaligenteng tidak tahu bahwa
sesungguhnya keris Brongos Setan Kober sudah diberikan kepada Raden Kuncung.
Kenapa diberikan kepada Raden Kuncung? Karena Ki Ageng Reksanata, di samping
menjadi guru Raden Kaligenteng, setiap kali juga
memberikan wejangan hal pemerintahan kepada Raden Kuncung.
Memang Raden Kuncung setiap kali berkunjung ke Kandangbolong.
Dari hasil olah kawaskitannya, Ki Ageng Reksanata yakin bahwa di tangan Raden
Kuncung Keris Brongos Setan Kober tidak akan berpengaruh negatif. Hal tersebut
dimungkinkan karena Raden Kuncung pernah berguru di Cirebon, tempat ditempanya
keris tersebut. Raden Kuncung juga sudah dibekali dengan pengetahuan dan
penghayatan agama yang sangat baik, sehingga mampu mengendalikan segala emosi
negatifnya.
Raden Kaligenteng yang
ingin menjadi adipati nan berwibawa, segera ia menemui Ki Ageng Reksanata di
Desa Kandangbolong. Ternyata jawaban Ki Ageng Reksanata sangat mengecewakannya.
Keris sudah diberikannya kepada Raden Kuncung, calon Adipati Sokaraja. Raden Kaligenteng sangat kecewa dan tidak percaya
dengan keterangan Ki Reksanata. Seketika watak asli Raden Kaligenteng muncul.
Ia marah dan mengancam akan membunuh Ki Ageng Reksanata jika keris andalan itu
tidak diberikan kepadanya.
pura-pura menyetujui permintaan Raden Kaligenteng. Namun sebenarnya Ki
Ageng Reksanata yang sudah tua itu segera bergegas menghindar dan menaiki
kudanya. Dengan cepat memacu kudanya ke arah selatan. Ia ingin minta
perlindungan kepada Adipati Sokaraja, Jebugkusuma.
Di Sokaraja pada saat itu Ki Jebugkusuma ada di pendapa
bersama istrinya dan beberapa prajurit jaga. Ki Ageng Reksanata segera saja
turun dari kuda dan masuk ke pendapa.
“Seperti tergesa-gesa, ada apa Ki Ageng Reksanata?” pertanyaan
Adipati Jebugkusuma kepada Ki Ageng Reksanata setelah suasana sedikit tenang.
“Maaf, tolong lindungi saya. Saya sedang dikejar oleh
ponakan panjenenganRaden Kaligenteng. Sepertinya ia ingin membunuh saya!” jawaban
Ki Ageng Reksanata sambil mengadu. Betapa kagetnya
Adipati Jebugkusuma mendengar penjelasan tersebut sebab Ki Ageng Reksanata
adalah guru Raden Kaligenteng.
“Apa sebabnya Raden Kaligenteng berlaku di luar tata krama
ini?” tanya Adipati Jebugkusuma. Semua yang ada di pendapapun ikut mendengarkan
pembicaraan keduanya.
Dengan sedikit
sabar dijelaskannya masalah tuntutan Raden Kaligenteng yang ingin memiliki
Keris Brongos Setan Kober yang kebetulan sudah menjadi milik Raden Kuncung.
Adipati Jebugkusuma sendiri juga sudah lama diberi tahu bahwa Keris Brongos
Setan Kober sudah diwariskan kepada Raden Kuncung. Tanggap kepada masalah yang
sangat serius tersebut segera Adipati Jebugkusuma memerintahkan seorang
prajurit untuk mencari dan memanggil Raden Kuncung
Benar!
Tidak lama kemudian Raden Kaligenteng sudah sampai di halaman pendapa
Kadipaten Sokaraja. Segera pula ia naik ke pendapa dan berterus-terang minta
agar Keris Brongos Setan Kober diberikan kepadanya untuk menjadi miliknya. Ki
Ageng Reksanata tetap menolaknya karena ia tahu betapa berbahayanya pengaruh
inti isi keris terhadap watak Raden Kaligenteng yang keras kepala dan penuh
ambisi kekuasaan. Pendirian Ki Ageng Reksanata pun dibenarkan dan didukung oleh
Adipati Jebugkusuma.
Semakin marah Raden Kaligenteng di Pendapa Sokaraja.
Ditantangnya Adipati Jebugkusuma oleh Raden Kaligenteng untuk bertempur. Belum
lagi tantangan itu ditanggapi oleh Adipati Jebugkusuma, hadir di tengah mereka
Raden Kuncung.
Setelah tahu permasalah dengan jelas atas tuntutan Raden
Kaligenteng yang ingin memiliki Keris Brongos Setan Kober maka Raden Kuncung
berkata:
“Dimas
Kaligenteng, Keris Brongos Setan Kober sudah sah menjadi milikku, sah pula Ki
Ageng Reksanata memberikannya padaku, maka jika Dimas menginginkannya mintalah
kepadaku. Dan aku tidak akan pernah memberikannya kepadamu!” sangat
halus tantangan Raden Mas Kuncung.
Seketika itu juga seperti ada halilintar di sorot mata Raden
Kaligenteng, ia marah bukan kepalang. Diserangnya Raden Kuncung dengan serangan
yang mematikan. Dengan sedikit kaget Raden Kuncung dapat menghindari serangan
mendadak tersebut.
Pertempuran dua anak muda dari perguruan yang berbeda itupun
segera berlansung sengit. Halaman pendapa Sokaraja menjadi saksi kehebatan
Raden Kaligenteng yang menggunakan ilmu kanuragan dari Karang Permisan, Nusa
Kambangan melawan ilmu dari Perguruan Krapyak, Gunungjati, Cirebon.
Arena pertempuran lama-lama bergeser, Raden Kaligenteng yang
merasa sedikit terdesak harus mencari cara untuk tidak kalah apalagi terbunuh
sia-sia. Ia harus mencari sungai. Untuk mengalahkan Raden Mas Kuncung, ia ingin
bertempur di dalam air. Pertempuran di dalam air adalah pelajaran wajib di
Perguruan Karang Permisan. Ia ahli menyelam dan ahli bertempur di dalam air.
Di sebelah utara Rumah
Kadipaten Sokaraja memang terdapat sebuah sungai yang cukup besar, maka
terjunlah Raden Kaligenteng ke dalam sungai yang airnya cukup dalam. Raden Kuncung berhenti di pinggir sungai. Ia ragu untuk terjun ke sungai.
Sangat berbahaya jika saat terjun dan melayang justru ia diserang mendadak.
Raden Kuncung juga tahu bahwa Raden Kaligenteng punya kemampuan yang melebihi
kemampuannya jika bertempur di dalam air.
Sejenak kemudian ia memerintahkan para prajuritnya dan
penduduk sekitar sungai untuk melempari Raden Kaligenteng yang dikiranya ada di
sungai tersebut dengan batu, panah dan benda-benda lain yang dapat melukai
orang.
Puas melempari sungai dan memperkirakan bahwa Raden
Kaligenteng tentu sudah tewas di dalam air. Raden Kuncung memerintahkan
prajuritnya untuk mencari jasad Raden Kaligenteng. Ia juga terjun ke
sungai. Dicarinya dengan cermat jasad musuhnya dengan merata. Ia meraba-raba
dalam air. Raden Kuncung bergejolak hatinya ketika terpegang benda
lembut, licin, bulat memanjang berbau amis. Mungkinkah paha Raden
Kaligenteng yang telah terpisah dari badannya? Bukan! Ternyata yang dipegangnya
adalah ikan belut yang sangat besar, moa. Masyarakat setempat
menamakannnya ikan pelus.
“Ternyata, pelus!” katanya dalam hati dengan sedikit rasa
geli.
Untuk memperingati peristiwa tersebut maka sungai itu diberi
nama Kali Pelus. Seluruh prajurit dan rakyat sekitar tentu saja menyetujui
pesan Raden Kuncung tersebut. Sejak saat itu sungai di sebelah utara Kadipaten
Sokaraja itu, resmi disebut sebagai Kali Pelus atau Sungai
Pelus.
Pencarian jasad Raden Kaligenteng belum selesai. Raden kuncung
heran; “Kemana perginya Raden Kaligenteng?” Ia yakin bahwa musuhnya masih di
dalam sungai. Prajurit dan masyarakat sekitar sungai tidak melihat Raden
Kaligenteng keluar dari dalam sungai. Maka disusurinya Sungai pelus kearah
hilir. Sampailah Raden Kuncung di sebuah lubuk, kedhung, yaitu bagian
sungai yang dalam dan airnya tampak tenang.
Raden Kuncung memerintahkan para prajuritnya untuk memeriksa
isi sungai sambil berharap jasad Raden Kaligenteng segera mengapung. Saat ia
memperhatikan para prajurit di sungai dan menunggu munculnya jasad Raden
Kaligenteng ia keheranan, bukan bau amis atau anyir yang sampai ke hidungnya,
tapi bau harum. Ia tertegun sejenak. Bau harum yang dikenalnya.
“Harumnya Bunga Kenanga!” katanya dalam hati. Lalu
diumumkannya kepada orang-orang yang ada di sekitar sungai bahwa kedhung yang
berbau harum itu diberi nama: Kedhung Kenanga!
Belum puas mencari jasad Raden Kaligenteng, Raden Kuncung
mengajak prajuritnya untuk mencari lebih ke hilir lagi. Dalam hatinya ia yakin
bahwa Raden Kaligenteng pasti telah meninggal dunia, jasadnya telah remuk redam
tertembus panah batu dan benda-benda lain yang telah dilemparkan ke sungai
untuk mengeroyoknya.
Pada sebuah tempat yang sepi jauh dari desa, saat ia
memperhatikan sungai banyak ikan kecil-kecil hilir-mudik, bagian perutnya yang
besar berwarna putih, ekornya panjang. Menurut Raden Kuncung ikan-ikan kecil
itu seperti mencit, tikus kecil.
Lalu ia memanggil beberapa prajuritnya dan berkata:
“Besok rejaning jaman, jika tempat ini menjadi ramai, banyak penghuninya,
maka gerumbul ini kuberi nama Kaliencit! Dan gerumbul di bagian akhir
Kali Pelus ini, yang kulihat ada pohon jeruknya kuberi nama: Pajerukan!
Akhirnya Raden Kuncung memutuskan bahwa Raden Kaligenteng
telah tewas di Kali Pelus. Seluruh prajuritnya diperintahkan untuk kembali ke
kadipaten. Kejadian yang berhubungan dengan Raden Kaligenteng segera ia
beritahukan kepada Ki Ageng Reksanata dan Adipati Jebugkusuma.
Alkisah sesungguhnya Raden Kaligenteng telah menyelamatkan
diri dengan ajian uling putih yang dipelajarinya di Karang Permisan. Begitu
sampai di air segera ia menyelam ke hilir sejauh-jauhnya dengan bantuan
kesaktiannya. Sehingga ketika para prajurit mengeroyoknya dengan melemparkan
segala benda, batu dan anak panah ke dalam sungai, Raden Kaligenteng sudah
berada di hilir, keluar dari sungai di tempat yang sepi dan berlari ke utara
menuju Bangsakerta.
Diceriterakanlah
segala polahnya kepada ayahnya, bahwa ia telah mengejar Ki Reksanata, menantang
uwaknya, Adipati Sokaraja dan bertempur dengan Raden Kuncung. Ia telah meloloskan diri dengan melalui sungai di belakang Kadipaten
Sokaraja. Ki Kertabangsa sangat marah atas perilaku Raden Kaligenteng ini. Ia
dinilai telah berperilaku di luar tata krama sebagai anak dan siswa.
“Kaligenteng!” kata Ki Kertabangsa, “Saya tidak tahu apakah
kamu dianggap masih hidup atau sudah tewas. Tapi hukuman untukmu adalah selama
40 hari kamu tidak boleh keluar dari kamar!” perintah Ki Kertabangsa dengan
tegas dan tajam penuh ancaman. Ia malu dengan perilaku putranya tersebut.
Sejak peristiwa kali Pelus itu hubungan antara Kadipaten
Bangsakerta dengan Sokaraja seakan terputus. Ki Ageng Reksanata kembali ke
Kandangbolong. Hubungan tlatah Purbalingga dengan tlatah Sokaraja tidak
harmonis lagi. Bahkan orang Purbalingga dengan orang Sokaraja menjadi saling
menghindar saat berpapasan.
Hukuman empat puluh hari terus di dalam kamar tidak membuat Raden
Kaligenteng kapok. Ia ingin keluar kamar. Ia ingin melihat keramaian pasar.
Ingin makan di kedai pasar. Ingin nonton lengger. Ingin mandi di sungai.
Wilayah kekuasaan Kadipaten Bangsakerta cukup luas sampai
meliputi wilayah Watukumpul. Ketika Ki Kertabangsa berkunjung ke Watukumpul
untuk mengarahkan pembuatan pasar desa, Raden Kaligenteng keluar kamar dan
mandi-mandi di sungai. Dua puluh tujuh hari ia bertahan terus di dalam
kamar.
Hari berikutnya dia makan di kedai pasar. Saat itulah ada
orang Sokaraja yang sempat melihatnya dan melaporkan kepada Raden Kuncung bahwa
Raden Kaligenteng masih hidup, tidak tewas di Kali Pelus seperti disangkakan.
Segeralah Raden Kuncung menyebar mata-mata untuk menyelidiki kegiatan Raden
Kaligenteng.
Raden Kaligenteng mendapat kabar dari ayahnya bahwa di
Watukumpul akan diadakan keramaian, ada tontonan lengger untuk merayakan
keberadaan pasar desa yang baru. Raden Kaligenteng ingin menonton wayang maka
ia mohon kepada ayahnya agar dalam keramaian itu ada juga tontonan wayang.
Wayang dengan lakon Babad Purbalingga – Sokaraja.
Ki Kertabangsa agak heran dengan lakon yang diminta Raden
Kaligenteng. Setahu ayahnya lakon wayang adalah dari cerita Mahabarata dan
Ramayana namun demikian untuk menyenangkan hati Raden Kaligenteng disuruhnya
beberapa pembantunya untuk mencari dalang wayang yang bisa mementaskan lakon
Babad Purbalingga – Sokaraja.
Setelah tiga hari ternyata ada seorang dalang yang sanggup
mementaskan Babad Purbalingga – Sokaraja. Namun dalang tersebut bukan dalang
wayang kulit seperti umumnya tapi dalang jemblung. Dalang jemblung adalah
dalang yang saat mendalang iringannya bukan dari gamelan tapi seluruh
bunyi-bunyi gamelan keluar dari mulut Ki Dalang dan para pembantunya. Dalang
jemblung harus mampu menampilkan bahasa pengantar, tembang, suluk,
percakapan antar wayang, bunyi kecrek, bunyi cempala dan bunyi gending
pengiring. Dan dalang jemblung yang akan manggung di Watukumpul bernama Ki
Mertakandha.
Malam keramaian di Desa Watukumpul pun datang. Ada tratag
dengan penerangan seadanya saat itu. Raden Kaligenteng tidak sempat berkenalan
dengan Ki Dalang Mertakandha. Setelah pertunjukkan lengger dianggap selesai
maka dalang Mertakandha menempatkan diri di bawah blencong yang tidak begitu
terang, sebab yang penting adalah wayangnya dapat dilihat dan suaranya dapat
didengarkan oleh para penonton. Penonton tidak butuh melihat dalangnya tapi
yang dicermati adalah alur ceritanya. Raden Kaligenteng pun sangat antusias
ingin mendengarkan kisah yang diidamkannya yaitu Babad Purbalingga – Sokaraja.
Menurut hematnya babad
Purbalingga – Sokaraja adalah sebuah cerita yang mengisahkan berdirinya
Kadipaten Bangsakerta dan Kadipaten Sokaraja. Yang berkuasa di kedua kadipaten
itu adalah ayahnya dan uwaknya. Kadipaten Bangsakerta lebih luas dan lebih
sejahtera, gemah ripah loh jinawi, murah sandang, murah pangan karena
tumbuhan mudah tumbuh.
Cerita dibuka dengan
menceritakan tentang kedua wilayah sebagai anugrah Yang Maha Kuasa. Berikutnya
menceritakan tentang hasil bumi, dan raja kaya, hewan peliharaan yang ada
di sana. Ada adegan pembagian wilayah oleh kakeknya kepada Ki Jebugkusuma dan
Ki Kertabangsa. Suara Ki Dalang demikian memikat dalam bertutur. Ada di dalam
hati Raden Kaligenteng terselip kesan sepertinya warna suara ki dalang telah
dikenalnya. Namun ditepisnya karena ia lebih terpukau saat Ki Dalang memuji
kebijakan dan kemampuan ayahnya Ki Kertabangsa dalam memimpin kadipaten
Bangsakerta yang sangat luas dibandingkan dengan Ki Jebugkusuma yang wilayahnya
tak seluas Bangsakerta.
Kemudian sampailah Ki
Dalang menceriterakan tentang keturunan kedua adipati itu. Pertama keturunan Ki
Jebugkusuma yang bernama Raden Mas Kuncung. Raden Mas Kuncung seorang pemuda
yang taat beragama dan suka menolong bercita-cita meneruskan kedudukan ayahnya
untuk membangun Sokaraja dengan segala hasil bumi yang diolah dan dipasarkan ke
luar daerah. Ingin membangun pesantren untuk belajar agama bagi
anak-anak dan remaja.
Telinga Raden Kaligenteng agak risi ketika penyebutan Raden Kuncung
menjadi Raden Mas Kuncung. Ada kata “mas” setelah kata “raden”. Padahal
biasanya hanya disebut Raden Kuncung!
Lalu diceriterakan bahwa Ki Kertabangsa yang sangat bijaksana
mempunyai seorang putra bernama Raden Kaligenteng. Begitu ki dalang menyebut
namanya segera seluruh perhatian Raden Kaligenteng dicurahkan untuk menyimak
tutur kata sang dalang. Betapa senangnya ketika ki dalang memuji ketampanannya.
Namun ternyata kemudian menceritakan pula keburukan watak dirinya. Bahkan kini
ki dalang menceriterakan perlakuannya saat mengejar Ki Ageng Reksanata dan akan
membunuhnya. Perlakuan murang tata itu karena ingin memiliki Keris Brongos
Setan Kober. Panas telinga Raden Kaligenteng, bola matanya berputar, dadanya
seakan-akan meledak. Segera ia masuk ke tratag, naik ke panggung dan
ditendangnya Ki Dalang Mertakandha yang sedang mendalang, bercerita tentang
Raden Kaligenteng yang kalah bertempur dan terjun ke Sungai Pelus!
Dhes! Pinggang Ki Dalang Mertakandha terkena tendangan.
Ki Dalang pun segera meloncat, menyiapkan diri untuk melawan.
Keduanya beradu muka di bawah penerangan blencong. Raden Kaligenteng kini sadar
bahwa ternyata yang menjadi dalang Mertakandha adalah Raden Kuncung.
“Oh, pantas saya seperti sudah kenal suaranya!” batin Raden
Kaligenteng. Memang saat mendalang tadi Raden Kuncung berusaha mengubah warna
suaranya, ternyata masih dapat sedikit dikenali oleh Raden Kaligenteng.
Kemarahan Kaligenteng sudah tak dapat dikendalikan lagi. Saat
ini Raden Kuncung harus dimusnahkan karena telah membeberkan kebusukkannya di
depan banyak penonton. Membuat malu bagi diri dan ayahnya.
Kembali dua ilmu dari kutub yang berbeda diuji kehandalannya.
Untuk kali ini Raden Kaligenteng lebih mapan dibanding Raden Kuncung. Tenaga
Raden Kuncung sudah sangat berkurang karena ia kurang beristirahat. Dua hari ia
menyamar menjadi pedagang dan kini barusan mendalang. Raden Kuncung terdesak,
pinggangnya yang pertama kena tendang masih terasa sakit dan kini dadanya
sempat terkena tendangan kaki pula.
Apaboleh buat dalam remangnya sinar lampu yang tidak terang,
secara diam-diam dia hunus keris Brongos Setan Kober yang ada di pinggang
sebelah kanannya. Terlambat Raden Kaligenteng untuk melihat kilatan warna merah
yang dipancarkan oleh perbawa keris sakti. Begitu melihat ternyata bilah keris
secara cepat telah meluncur ke perutnya. Raden Kaligenteng tidak sempat
mengelak.
Jebp!
Raden Kaligenteng mengaduh sejenak, badannya kemudian meliuk dan jatuh ke
tanah. Ilmu Raden Kaligenteng yang dipadu dengan pengaruh kesaktian Brongos
Setan Kober menjadikan Raden Kaligenteng berubah wujud menjadi seekor ular
besar. Raden Kaligenteng belum sadar ia telah berubah menjadi seekor naga, yang
ia tahu adalah ia segera berlari kembali ke Bangsakerta.
Raden Kaligenteng baru sadar telah menjadi seekor ular saat ia
menghadap ayahnya. Ia masih mampu berceritera dan melaporkan sebab dan akibat
pertempurannya dengan Raden Kuncung. Ki Kertabangsa sangat marah kepada Raden
Kuncung. Dalam hati ia berniat membuat perhitungan dengan Adipati Jebugkusuma.
Kepada Raden Kaligenteng, ayahnya berpesan agar besok pagi ia harus mulai
bertapa di sebuah bukit di lereng Gunung Slamet, yang diberi nama Gunung Si
Kasur selama empat puluh tahun. Raden Kaligenteng pun bersedia untuk bertapa.
Ki Kertabangsa segera pergi ke Kandangbolong, untuk mengadu
kepada Ki Ageng Reksanata serta memintakan maaf atas segala kesalahan Raden
Kaligenteng yang kini telah salah kedaden, salah kejadian, ia telah
menjadi seekor ular naga.
Ki
Ageng Reksanata memaafkan segala kesalahan Raden Kaligenteng dan menyarankan
kepada Ki Kertabangsa untuk tidak mendendam apalagi membuat perhitungan dengan
Ki Jebugkusuma maupun Raden Kuncung. Kesalahan awal adalah pada Raden
Kaligenteng yang terlalu bernafsu ingin mempunyai kekuasaan yang lebih besar
dibandingkan dengan kekuasaan ayahnya.
Ki Kertabangsa sangat menyadari kesalahan Raden
Kaligenteng maka Ki Kertabangsa pun membuang dendamnya dan harus berdamai
dengan Ki Jebugkusuma.
Untuk
menghindari persoalan-persoalan yang mungkin muncul dalam hubungannya orang
Purbalingga dengan orang Sokaraja maka dalam perdamaian tersebut Ki Jebugkusuma
mengeluarkan sebuah pamali yaitu"Orang Purbalingga tabu menikah dengan
orang Sokaraja dan sebaliknya".
Lalu Ki Kertabangsa pun membuat sebuah pamali
yaitu "sebaiknya orang Purbalingga tidak mandi di Sungai Pelus karena
dikhawatirkan akan menimbulkan perkara yang tidak baik".Konon pada akhirnya Ki Kertabangsa menyerahkan Kadipaten Bangsakerta kepada
Raden Kuncung. Raden Kuncung menjadi Adipati di Bangsakerta dengan julukan
Adipati Kertabangsa II. Keris Brongos Setan Kober dan Tombak Umbul Wulung milik
Kadipaten Sokaraja dibawanya ke Kadipaten Bangsakerta yang berada di tlatah
Purbalingga.
Barangkali karena pengaruh kedua benda keramat itu maka
kemudian tlatah Purbalingga tetap menjadi kadipaten yaitu Kabupaten
Purbalingga, sedangkan Kadipaten Sokaraja surut dan kini hanya menjadi sebuah
kecamatan
Sekian share dari saya semoga bermanfaat.
0 Komentar untuk "BABAD SOKARAJA DAN PURBALINGGA"