BABAD PASIR LUHUR
Kisah ini menceritakan tentang
perjuangan Raden Banyak Catra, putra Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran.
Dikisahkan saat itu Raden Banyak Catra dipersiapkan untuk menggantikan
kedudukan ayahnya menjadi raja. Namun syarat untuk menjadi raja, Raden Banyak
Catra harus memiliki istri terlebih dahulu. Akhirnya Raden Banyak catra pergi
mengembara untuk mencari pendamping hidup. Raden Banyak Catra menyamar sebagai
rakyat jelata dan berganti nama menjadi Kamandaka. Kamandaka pergi ke Pasir
Luhur, sebuah Kadipaten yang dipimpin oleh Adipati Kandhadhaha. Kedatanannya ke
Pasirluhur adalah untuk menemui Dewi Ciptarasa, putri bungsu sang Adipati.
Singkat cerita kemudian Kamandaka di angkat sebagai anak oleh Reksanata, Patih
Pasir Luhur.
Hasrat Raden Kamandaka untuk melihat
wajah Putri Dewi Ciptarasa dapat terkabul ketika Adipati Kandhadhaha mengadakan
hiburan dengan mengadakan penangkapan ikan di sungai secara beramai-ramai. Pertemuan
Raden Kamandaka dengan Dewi Ciptarasa berlanjut dengan jalinan cinta. Suatui
ketika Raden Kamandaka mengunjungi Dewi Ciptarasa di Kadipaten Pasirluhur.
Namun pertemuan itu dipergoki oleh kakak Ciptarasa. Bagi sang Adipati
Kandhadhaha, perbuatan Kamandaka telah mencoreng mukanya karena sebagai seorang
rakyat jelata bercengkrama dengan Putri Dewi Ciptarasa. Kemudian Patih
dipanggil oleh Adipati Kandhadhaha dan perintahkan untuk membunuh Kamandaka.
Sebagai seorang ayah, Patih Reksananta bingung untuk melaksanakan tugas ini.
Raden Kamandaka dikekar-kejar oleh Prajurit Kadipaten, kemudian Raden Kamandaka
terjun ke sungai dan bersembunyi dalam gua di sungai itu. Para Prajurit
Kadipaten melempari batu ke tempat Raden Kamandaka menceburkan diri. Setela
beberapa waktu tidak muncul, mereka mengira Raden Kamandaka telah tewas
tenggelam di sungai itu. Apalagi mereka melihat usus terapung di sungai, mereka
mengira usus ayam yang terapung itu adalah ususnya Raden Kamandaka. Para
prajurit kemudian pulang untuk melaporkan kejadian itu kepada Sang Adipati.
Sampai sekarang lubuk tempat Raden Kamandaka terjun dikenal dengan anama
“Kedhung Petaunan” di sungai logawa, 3 Km sebelah Barat Kota Purwokerto.
Terhindar dari bahaya (Asal Usul
tempat-tempat di wilayah pusat kota Purwokerto).
Raden Kamandaka bersembunyi di
sebuah kedung terus menyusup ke gua dan akhirnya sampai di tempuran sungai
logawa. Tempat tersebut sampai sekarang disebut “Surup lawang” yaitu pertemuan
antara sungai Logawa dengan Sungai Serayu di sebelah selatan Purwokerto. Dengan
menyusuri sungai Logawa, samapailah Raden Kamandaka ke kadipaten Pasirluhur.
Selanjutnya ia menumpang dirumas seorang janda yang tidak mempunyai anak yaitu
Nyi Kartisara, yang pekerjaannya menjual daun pisang. Raden Kamandaka memakai
nama samaran “si Sulap”. Kegemarannya memelihara ayam jantan untuk di adu.
Kemudian tempat tingal Si Sulap terkenal dengan nama “Kurung Ayam”. Ayam jago
Si Sulap yang terbaik dinamakan “Mercu”. Sulap mendapatkan seorang kawan
bernama Ki Reksajaya, berasal dari Losari, orang yang cacad jasmaninya. Tempat
yang terkenal untuk menyabung ayam pada waktu itu adalah Pangebatan. Semetara
itu Prabu Siliwangi di Pajajaran merasa gerlisah demi menunggu Raden Kamandaka
tidak kunjung pulang. Kemudian beliau memerintahklan putranya Raden Gagak
Ngampar, adik Kamandaka, yang sedang bertapa untuk mecari kakaknya Raden
Kamandaka. Akhirnya Raden Banyak Ngampar pergi meninggalkan Pajajaran dengan
memakai nama samaran Raden Silihwarni. Beliau sampai ke daerah Pasirluhur dan
langsung menuju Kadipaten Pasirluhur untuk mengabdikan diri. Permohonan itu
dikabulkan oleh Sang Adipati dan diangkat menjadi prajurit.
Selang beberapa waktu terdengar
kabar bahwa Kamandaka masih hidup dan berada di suatu desa sebagai penyabung
ayam. Adipati Kandadaha menjadi murka, akhirnya membuat sayembara untuk
membunuh Kamandaka. Raden Silihwarni menyatakan sanggup melaksanakan sayembara
tersebut. Raden Silihwarni sama sekali tidak tahu bahwa Kamandaka adalah Raden
Banyak Catra, kakak kandungnya sendiri. Raden Silihwarni datang ketempat sabung
ayam dengan membawa ayam jago yang dikakinya sudah dipasangi Patrem (Keris
kecil) pada taji jagonya. Pada saat berhadapan dengan Raden Kamandaka, Raden
Silihwarni melemparkan jagonya ke arah Raden Kamandaka. Lambung kiri Kamandaka
luka tersabet keris patrem yang berada di kaki jago. Raden Kamandaka marah
sekali dan ayam jago yang melukai tadi langsung ditangkap dan dibanting hinga
mati. Pertengkaran terjadi dan Raden Silihwarni terkena tusukan keris di kkan
lambung hingga pingsan. Pengikut Raden Silihwarni yang bernama Ki Nitipraga
tertusuk keris Raden Kamandaka sampai tewas. Kemudian Raden Kamandaka
meninggalakan tempat sabung ayam itu dengan diikluti Ki Reksajaya. Setelah
peristiwa sabung ayam itu Raden Kamandaka dikejar-kejar oleh prajurit
Pasirluhur dibawah pimpinan Raden Silihwarni. Raden Kamandaka dapat terkejar
oleh Raden Silihwarni dan terjadilah perkelahian sengit antara kedua bersaudara
yang masing-masing sudah tidak mengenal lagi. Tempat perkelahian tersebut
dinamakan “Pejogol”. Pengejaran terus dilakukan bahkan dibantu oleh prajurit
menantu Adipati Mersi. Raden Kamandaka lari ke arah timur menuju kota
Purwokerto. Samapai di suatu tempat, Raden Kamandaka jatuh dan terluka. Tempat
dimana dia jatuh akhirna dinamakan sungai “Bodas”. Perjalanan terus dilakukan.
Ketika samapai di sebuah sungai Raden Kamandaka membasuh lukanya, darah keluar
dengan derasnya sehingga tempai itu dinamakan sungai “Bancaran” yang kemudian
menjadi “Banjaran”. Untuk melihat datangnya musuh, Raden Kamandaka naik ke
lereng sungai Banajaran. Tempat ini kemudian dinamakan “Sawangan” (Nyawang ;
bahasa Jawa). Raden Kamandaka melanjutkan perjalanan ke arah utara, kemudian be
istirahat di suatu tempat, yang kemudian dinamakan “Kober” (Semapat : bahasa
Jawa). Letak desa tersebut di dekat Stasiun Purwokerto. Kemudian melanjutkan
perjalanan menembus hutan belukar hingga sulit diikuti oleh prajurit
Pasirluhur. Desa tempat menerobos hutan belukar kemudian dinamakan “BOBOSAN”
(Nerobos/ Trobosan). Dengan kekuatan batin Raden Kamandaka mengetahui bahwa
muhnya menggunakan anjing sebagai pelacak, sehingga dia juga melepas anjing
untuk menangkap anjing pelacak. Anjing musuh dapat ditangkap dan dikurung di
suatu daerah yang dinamakan “Kurung anjing”, kemudian menjadi Karanganjing.
Letaknya disebelah timur Bobosan, sekarang termasuk dalam Kelurahan
Purwonerogo. Para prajurit berjaga-jaga menantikan suara anjingnya menyalak,
namun sampai pagi hari tidak terdengar suara anjing menyalak. Kemudian mereka
mengetahui bahwa Raden Kamandaka telah menyeberangi sungi Banjaran menuju
barat. Mereka mengejar Raden Kamandaka sampai disuatu daerah , karena
kemarahannya seperi banteng ketaton, maka daerah itu dinamakan desa
“Kedungbanteng”. Di desa Kedunbanteng terdapat batu sebesar rumah yang dikenal
dengan nama “Watu sinom”. Raden Kamandaka naik ke atas batu tersebut sambil
menantang Raden Silihwarni yang tidak lain adalah Raden Gagak Ngampar, adik
kandung Raden Kamandaka sendiri. Raden Kamandaka terkejut begitu melihat Raden
Silihwarni mengeluarkan keris Kyai Mojang Pamungkas yang merupakan pusaka
Kerajaan Pajajaran. Saat itu terbongkar bahwa ternyata Raden Silihwarni adalah
adik kandung Kamandaka. Raden Silihwarni kemudian menceritakan maksud
kedatangan ke Pasirluhur adalah atas perintah Ayahanda untuk mencarikan
kakaknya yang akan dinobatkan menggantikan Ayahanda bertahta di Pajajaran.
Kemudian dibuat sekenario, Ki Reksajaya diperintahkan pergi ke Karanganjing
untuk membunuh seekor anjing yang dikurung disana guna diambil hati dan
darahnya untuk diserahkan ke Adipati Mersi sebagai bukti kematian Kamandaka.
Kemudian Raden Kamandaka dan adiknya pulang ke Pajajaran. Berita tewasnya Raden
Kamandaka telah tersiar ke seluruh Kadipaten Pasirluhur. Adipati Pasirluhur
merasa puas dan gembira setelah mendengar berita kematian Kamandaka yang
disampaikan oleh Adipati Mersi. Namun sebaliknya, Puri Ciptarasa sangat
bersedih skaligus ragu mendengar berita itu, karena sudah kedua kalinya
Kamandaka diberitakan meninggal dunia.
Tahta Kerajaan
Tidak lama kemudan Raden Kamandaka alias
Banyak Catra dan Raden Silihwarni alisa Gagak Lampar telah sampai di Istana
Pajajaran, diikuti oleh Ki Reksajaya. Menjelang peresmian pergantian tahta
Kerajaan Pajajaran yang akan diberikan kepada Banyak Blabur (anak istri ke
dua), yang menuntut janji Prabu Siliwangi kepada istri keduanya bahwa kelak
putranya yang laki akan diberi kedudukan sebagai Putra Makhota. Karena harus
memilih salah seorang antara Banyak Catra dengan Banyak Blabur, maka Prabu
Siliwangi membuat sayembara. Siapa yang dapat menemukan 40 orang putri kembar,
maka dialah yang berhak naik tahta. Untuk mencari syarat tersebut, Banyak
Blabur pergi kea rah barat ke aerah Banten, sementara Banyak Catra pergi ke
arah timur yaitu ke Pasirluhur. Banyak Catra diringi oleh 2 orang abdinya yaitu
Ki Gede Kolot dan Ki Klantung. Setelah sampai di kaki Gunung Slamet kemudian
mendirikan sebuah padepokan yang diberi nama Batur Agung. Menurut wahyu yang
diterima, Banyak Catra dianjurkan supaya bertapa di sebelah timur Pasiruhur,
yaitu di dekat tempuran sungai Logawa dan Sungai Mengaji. Karena ketekunannya
bertapa, Banyak cara memperoleh anugerah dari Dewa berua baju ajaib. Jika baju
Tersebut dipakai, maka ia akan berubah menjadi seekor Lutung (kera). Suatu
ketika Raden Kamandaka menemui Dewi Ciptarasa dengan memakai pakaian Lutung.
Akhirnya Dewi Ciptarasa tahu bahwa lutung tersebut adalah si Kamandaka. Lutung
itu kemudian dipelihara oleh Dewi Ciptarasa sebagai hewan kesayangan yang
sewaktu-waktu bisa berubah wujud menjadi Raden Kamandaka. Sementara itu Raden
Pulebahas dari dari Nusakambangan berniat melamar Dewi Ciptarasa. Dewi
Ciptarasa bingung menerima lamaran itu. Kamandaka menyarankan agar Dewi
Ciptarasa menerima lamaran dari Prabu Pulebahas tersebut dengan dua syarat.
Syarat pertama, pada saat pernikahan, Prabu Pulebahas tidak boleh membawa
senjata maupun prajurit. Syarat kedua, lutung yang mengiringi Dewi Ciptarasa
tidak boleh diganggu. Syaratnya diterima Prabu Pulebahas dan pernikahan pun
dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. Saat kirab pengantin atau
pertemuan pengantin, Lutung mendampingi Dewi Ciptarasa. Saat Prabu Pulebahas
berbasa basi akan menggendong si Lutung, Lutung tersebut menerkam prabu
Pulebahas sehingga terjadi perkelahian yang sengit. Akhirnya prabu Pulebahas tewas.
Adipati Kandhadhaha gusar karena Si Lutung sudah mengganggu perhelatan di
Kadipaten Pasirluhur. Namun pada saat itu sang Lutung berubah wujud menjadi
Pangeran Banyak Catra. Maka kagetlah sang adipati Kandhadhaha karena sang
Lutung ternyata putra dari Prabu Silihwangi. Akhirnya hubungan Dewi Ciptarasa
dengan pangeran Banyak Catra direstui oleh Adipati Kandhadhaha hingga keduanya
menikah dan hidup berbahagia.
Sekian
yang bisa saya share. Semoga Bermanfaat.
2 Komentar untuk "BABAD PASIR LUHUR ( R. KAMANDAKA )"
Main sabung ayam cuma di BOLAVITA paling nyaman
judi sabung ayam dengan presentase kemenangan tertinggi
Untuk info lebih lanjut bisa melalui:
whatup : 08122222995
BBM: D8C363CA
Wechat : Bolavita.
Line : Cs_bolavita.
BBM: D8C363CA
Makam banyak cotro ada di wilayah kami cirebon girang tua gunung kumbang brebes.