Selamat Datang di Blog SOKARAJA WETAN

Candi-Candi di Jawa Tengah

Candi-Candi di Jawa Tengah.
 a. Candi-Candi di Jawa Tengah bagian Selatan, antara lain:
1) Candi Borobudur - Buddha
2) Candi Prambanan – Hindu
3) Candi Mendut – Buddha 
4) Candi Kalasan.– Hindu
5) Candi Pawon – Buddha
6) Candi Sewu – Hindu
b. Candi-Candi di Jawa Tengah bagian Utara, merupakan peninggalan kerajaan Mataram Kuno pada masa Dinasti Sanjaya, antara lain:
1) Candi Canggal, berdiri pada abad ke-8 pada masa pemerintahan Sanjaya, dari Kerajaan Mataram Lama.
Pada candi Canggal terdapat prasasti Canggal yang menjelaskan adanya Dinasti Sanjaya.
2) Kompleks Candi Gedongsongo, didirikan pada abab ke-9, yang dibangun sebagai penghormatan terhadap Trimurti.
3) Kompleks Candi Dieng, berdiri abad ke-9 yang terdiri atas sejumlah candi dengan nama wayang, seperti Puntadewa, Bima, Arjuna, Gatutkaca, Semar dan Srikandi.

Candi Borobudur (Magelang) berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.

Candi Prambanan (Klaten) – Hindu

Nama asli kompleks candi Prambanan adalah Siwagrha (artinya “Rumah Siwa”) dan memang di ruang utama candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter. Candi ini adalah termasuk situs warisan dunis UNESCOdan merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia sekaligus yang terindah di dunia.



Candi Mendut (Magelang) - Buddha.
Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda. Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur.
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.

Candi Kalasan bercorak Mahayana, tingginya 6 meter dengan stupa 52 buah. Candi ini didirikan pada 778 M atas perintah Raka i Panangkaran sebagai persembahan kepada Dewi Tara. Panangkaran sendiri beragama Hindu-Siwa, namun karena ketika itu yang berkuasa atas Mataram adalah Dinasti Syailendra maka agama Buddha pun berkembang pesat di Mataram. Pada Prasasti Kalasan yang ditulis dalam bentuk puisi berbahasa Sansekerta dan huruf Pranagari, disebutkan bahwa para rahib Buddha meminta izin kepada Raja Panangkaran untuk mendirikan tempat suci untuk Dewi Tara. Raja mengabulkannya dan menghadiahkan Desa Kalasan kepada para rahib. Dewi Tara sendiri adalah dewi kasih-sayang dan pelindung bagi umat Buddha.
Candi Pawon ini berada di antara Borobudur dan Mendut, juga bercorak Buddha, diperkirakan berasal dari masa yang sama dengan Borobudur- Mendut. Posisi Candi Pawon sejajar dengan letak Borobudur dan Mendut. Bahan dasar candi ini adalah batu andesit. Tubuh candi dihiasi ukiran pohon kalpataru yang dipahat dengan sangat halus. Namun, patung-patung di dalamnya sudah hilang entah ke mana. Di atas pintu masuk, terdapat hiasan bermotif kalamakara, yaitu relief berupa makhluk surga, singa, pohon, dan sukur-sulur bunga teratai. Seluruh badan candi dihiasi dagoba-dagoba.
Komplek Candi Sewu didirikan oleh Raja Indra dari Dinasti Syailendra, merupakan candi Buddha juga, terletak di utara Candi Prambanan, di tapal batas Yogyakarta-Surakarta dan selesai dibangun kira-kira tahun 1098 M. Candi Sewu masih berkaitan dengan Candi Prambanan. Sebagian dari 1.000 candi yang diminta Roro Jonggrang adalah candi-candi yang ada di Sewu. Namun, pendapat tersebut meragukan mengingat Prambanan adalah candi Hindu sedangkan Sewu adalah candi Buddha. Walaupun disebut Candi Sewu namun jumlah candi yang ada tidak mencapai seribu, melainkan hanya 241, terdiri dari satu candi induk, dikelilingi oleh 240 candi perwara (candi kecil) yang tersusun atas empat baris. Pada pintu masuk candi terdapat dua buah arca Dwarapala, yakni arca raksasa yang duduk menjaga pintu dan memegang gada.

Candi Gunung Wukir terletak di desa Canggal, kecamatan Salam  kab. Magelang.  Candi ini merupakan candi Hindu yang ditandai dengan adanya Yoni dan arca Nandi. Yoni bersama sebuah Lingga adalah sebagai lambang dewa Siwa.  Namun Lingga dimaksud sekarang tidak ada lagi.  Sedangkan arca Nandi  (lembu) adalah kendaraannya. Gunung Wukir terdiri dari tiga candi. Candi Utama dengan tiga candi di depannya. Yoni tersebut terletak di candi Utama, arca Nandi terletak pada candi di depannya atau pada candi Wahana.  Formasi demikian ditemukan juga di kompleks candi Prambanan. Namun demikian candi- candi ini belum dapat dipugar karena batu-batu aslinya belum dapat di temukan. Yang menarik adalah bahwa di candi ini dahulu pernah ditemukan sebuah  prasasti yang dikenal dengan prasasti Canggal yang berangka tahun 732 M, bertuliskan Sanskrta serta berbahasa Pallawa. Pada prasasti itu antara lain disebutkan tentang raja Sanjaya yang gagah berani dan berhasil menaklukkan musuh-musuhnya. Ia adalah pengganti pamannya yaitu raja Sanna yang gugur di medan perang. Atas keberhasilannya itu ia kemudian mendirikan sebuah Lingga di atas sebuah bukit. Kemungkinan lokasi yang dimaksud adalah di candi ini. Raja Sanjaya yang juga dikenal sebagai Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya adalah anggota dinasti Sailendra yang pernah menguasai Jawa Tengah  dengan kerajaannya  bernama  Mataram (Hindu).  Adapun pendiri  dinasti ini adalah Dapunta Selendra.  Raja-raja terkenal dari dinast ini ialah Sri Maharaja Rakai Panangkaran yang diduga mendirikan candi Borobudur, Mendut, dan Sewu yang semuanya adalah candi Budha. Selain itu juga Sri Maharaja Rakai Pikatan yang telah mendirikan candi Prambanan (Hindu) dan beberapa candi di Plaosan (Buddha) .Raja-raja dari dinasti ini pada umumnya memeluk agama yang tidak sama. Satu raja beragama Budha, tetapi penggantinya beragama Hindu. Sehingga banyak ditemukan candf Budha yang berdekatan dengan candi Hindu. Rupa-rupanya toleransi agama telah berkembang di Jawa Tengah sejak masa itu.


Di lereng gunung Ungaran ada sebuah komplek candi Hindu yang dibangun sekitar abad VIII masehi bernama Gedong Songo. Komplek candi ini pertama kali ditemukan oleh Loten pada tahun 1740. Nama Gedong Songo sendiri adalah nama pemberian penduduk, yang berasal dari bahasa Jawa, yaitu Gedong yang bermakna rumah atau bangunan dan Songo yang bermakna sembilan, jadi Gedong Songo mempunyai arti sembilan bangunan (kelompok bangunan). 
Namun jika berkunjung ke candi ini, Anda hanya akan mendapati 5 komplek candi. Hal ini yang memunculkan misteri yang belum terjawab, apakah ada makna lain dari kata 'Gedong Songo' atau masih ada 4 komplek candi lainnya yang belum ditemukan?

Candi Gedong Songo yang diletakkan di lereng gunung Ungaran bukan tanpa alasan. Sejak dulu umat Hindu percaya bahwa gunung adalah tempat tinggalnya para dewa dan diyakini sebagai tempat persembahan kepada roh nenek moyang. 
Candi Gedong Songo menyimpan kekhasan tersendiri yang menunjukkan adanya akulturasi budaya. Hal tersebut tergambar dengan adanya kepercayaan kepada Parswadewata, yaitu persembahan kepada ruh nenek moyang yang bersatu dengan Siwa yang pada candi disimbolkan dengan Lingga-Yoni yang dikawal oleh tiga dewa (Durga, Ganesha, dan Agastya).
Hal lain yang menarik dari candi Gedong Songo adalah posisi candi yang diletakkan berderet dari bawah hingga ke atas perbukitan. Belum ada jawaban yang menjelaskan mengapa posisi candi dibuat sedemikian rupa, namun ada yang mempercayai, kalau posisi candi tersebut menggambarkan hierarki kesucian yang berarti bahwa candi yang diatasnya lebih suci dari candi di bawahnya. Atau ada juga yang mempercayai bahwa posisi candi menggambarkan petunjuk suatu prosesi keagamaan yang dilakukan dari candi terbawah hingga teratas. 
Anatomi candi-candi Gedong Songo sama halnya dengan candi pada umumnya, yaitu terdiri atas tiga bagian: kaki, tubuh, dan atap. Pada ketinggian 1.208 m terdapat Gedong I yang menghadap ke barat, di dalam biliknya masih tersimpan Yoni namun lingganya sudah tidak ada. Gedong II berada di posisi 1.274 m, pada posisi ini terdapat dua candi induk dan berhadapan dengan candi perwara yang sayang kini telah runtuh. 
Sementara Gedong III berada di ketinggian 1.297 m, gedong ini terdiri dari tiga bangunan, yaitu candi induk menghadap barat yang dilengkapi dengan arca, candi apit yang menghadap utara, dan candi perwara yang diletakkan di depan candi induk. Mahakala dan Nandiswara terdapat di kanan-kiri pintu candi.
Sementara Gedong IV berada pada ketinggian 1.295 m, gedong ini terdiri dari 12 bangunan yang terbagi tiga sub kelompok. Sub kelompok pertama terdiri dari candi induk dan delapan candi perwara, sub kedua terdiri dari candi satu candi perwara, dan sub kelompok ketiga terdiri dari dua candi perwara. Pada Gedong V terdapat candi induk yang diapit reruntuhan candi perwara, lokasinya berada pada ketinggian 1.308 m, dan terdapat arca Ganesha. Jika pengunjung merasa lelah untuk bisa sampai di Gedong V pada ketinggian 1.308 m tersebut, tidak perlu khawatir karena pihak pengelola sudah menyiapkan kuda sewaan. Selain itu, terdapat juga pemandian air panas yang sumber airnya berasal dari kawah pegunungan Ungaran.
Saat ini Gedong Songo berada di bawah pengelolaan Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Jawa Tengah. Komplek candi Gedong Songo merupakan salah satu objek wisata religi yang dimiliki oleh Semarang. Letaknya yang berada di daerah pegunungan mampu menjadikan komplek candi Gedong Songo sebagai tujuan wisata alternatif, selain juga sebagai sarana bagi kita dalam melestarikan benda cagar budaya.



Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa tengah. Kawasan Candi Dieng menempati dataran pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, memanjang arah utara-selatan sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800 m.
Kumpulan candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan dibangun antara akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9 ini diduga merupakan candi tertua di Jawa. Sampai saat ini belum ditemukan informasi tertulis tentang sejarah Candi Dieng, namun para ahli memperkirakan bahwa kumpulan candi ini dibangun atas perintah raja-raja dari Wangsa Sanjaya. Di kawasan Dieng ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 808 M, yang merupakan prasasti tertua bertuliskan huruf Jawa kuno, yang masih masih ada hingga saat ini. Sebuah Arca Syiwa yang ditemukan di kawasan ini sekarang tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Pembangunan Candi Dieng diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang berlangsung antara akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8, meliputi pembangunan Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi dan Candi Gatutkaca. Tahap kedua merupakan kelanjutan dari tahap pertama, yang berlangsung samapi sekitar tahun 780 M.
Candi Dieng pertama kali diketemukan kembali pada tahun 1814. Ketika itu seorang tentara Inggris yang sedang berwisata ke daerah Dieng melihat sekumpulan candi yang terendam dalam genangan air telaga. Pada tahun 1956, Van Kinsbergen memimpin upaya pengeringan telaga tempat kumpulan candi tersebut berada. Upaya pembersihan dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1864, dilanjutkan dengan pencatatan dan pengambilan gambar oleh Van Kinsbergen.
Luas keseluruhan kompleks Candi Dieng mencapai sekitar 1.8 x 0.8 km2. Candi-candi di kawasan Candi Dieng terbagi dalam 3 kelompok dan 1 candi yang berdiri sendiri yang dinamakan berdasarkan nama tokoh dalam cerita wayang yang diadopsi dari Kitab Mahabarata. Ketiga kelompok candi tersebut adalah Kelompok Arjuna, Kelompok Gatutkaca, Kelompok Dwarawati dan satu candi yang berdiri sendiri adalah Candi Bima.
a. Kelompok Arjuna
Kelompok Arjuna terletak di tengah kawasan Candi Dieng, terdiri atas 4 candi yang berderet memanjang arah utara-selatan. Candi Arjuna berada di ujung selatan, kemudian berturut-turut ke arah utara adalah Candi Srikandi, Candi Sembadra dan Candi Puntadewa. Tepat di depan Candi Arjuna, terdapat Candi Semar. Keempat candi di komples ini menghadap ke barat, kecuali Candi Semar yang menghadap ke Candi Arjuna. Kelompok candi ini dapat dikatakan yang paling utuh dibandingkan kelompok candi lainnya di kawasan Dieng.
Candi Arjuna. Candi ini mirip dengan candi-candi di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri diatas batur setinggi sekitar 1 m. Di sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.
Pada dinding luar sisi utara, selatan dan barat terdapat susunan batu yang menjorok ke luar dinding, membentuk bingkai sebuah relung tempat arca. Bagian depan bingkai relung dihiasi dengan pahatan berpola kertas tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang kepala naga dengan mulut menganga. Di bagian atas bingkai terdapat hiasan kalamakara tanpa rahang bawah. Pada dinding di kiri dan kanan ambang pintu bangunan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini kedua relung tersebut dalam keadaan kosong.
Pada dinding di sisi selatan, barat dan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Ambang relung diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan Kalamakara di atasnya. Kaki bingkai dihiasi dengan pahatan kepala naga dengan mulut menganga. Tepat di pertengahan dinding di bawah relung terdapat jaladwara (saluran air).
Atap candi berbentuk kubus bersusun, makin ke atas makin mengecil. Bagian atas dan puncak atap sudah hancur. Di setiap sisi masing-masing kubus terdapat relung dan di setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing. Sebagian besar hiasan tersebut sudah rusak.
Di tengah ruangan di dalam tubuh candi terdapat yang tampak seperti sebuah yoni. Di sudut luar, menempel pada dinding belakang candi terdapat arca yang sudah rusak.
Candi Semar. Candi ini letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos tanpa hiasan. Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di sisi timur. Pintu masuk tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah.
Pada dinding di kiri dan kanan pintu terdapat lubang jendela kecil. Di dinding utara dan selatan tubuh candi terdapat, masing-masing, dua lubang yang berfungsi sebagai jendela, sedangkan di dinding barat (belakang) candi terdapat 3 buah lubang. Ruangan dalam tubuh candi dalam keadaan kosong. Atap candi berbentuk limasan tanpa hiasan. Puncak atap sudah hilang, sehingga tidak diketahui lagi bentuk aslinya. Konon Candi Semar digunakan sebagai gudang untuk menyimpan senjata dan perlengkapan pemujaan.
Candi Srikandi. Candi ini terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan bilik penampil.
Pada dinding utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada dinding timur menggambarkan Syiwa dan pada dinding selatan menggambarkan Brahma. Sebagian besar pahatan tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
Candi Sembadra. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik penampil. Adanya bilik penampil di sisi barat dan relung di ketiga sisi lainnya membuat bentuk tubuh candi tampak seperti poligon. Di halaman terdapat batu yang ditata sebagai jalan setapak menuju pintu.
Sepintas Candi Sembadra terlihat seperti bangunan bertingkat, karena atapnya berbentuk kubus yang ukurannya hampir sama besar dengan ukuran tubuhnya. Puncak atap sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca.
Candi Puntadewa. Seperti candi lainnya, ukuran Candi Puntadewa tidak terlalu besar, namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh candi berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju pintu masuk ke dalam ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun dua, sesuai dengan batur candi.
Atap candi mirip dengan atap Candi Sembadra, yaitu berbentuk kubus besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Pintu dilengkapi dengan bilik penampil dan diberi bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel.
Ruang dalam tubuh candi sempit dan kosong. Di ketiga sisi lainnya terdapat jendela yang bingkainya diberi hiasan mirip dengan yang terdapat di pintu. Sekitar setengah meter di luar kaki candi terdapat batu yang disusun berkeliling memagari kaki candi. Di depan candi terdapat batu yang disusun berkeliling membentuk ruangan berbentuk bujur sangkar. Di tengah ruangan terdapat dua buah susunan tumpukan dua buah batu bulat yang puncaknya berujung runcing.
Di utara candi terdapat batu yang disusun berkeliling membentuk ruangan berbentuk persegi panjang. Di tengah ruangan terdapat dua buah batu berbentuk mirip tempayan yang lebar.
b. Kelompok Gatutkaca
Kelompok Gatutkaca juga terdiri atas 5 candi, yaitu Candi Gatutkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk dan Candi Gareng, namun saat ini yang masih dapat dilihat bangunannya hanya Candi Gatutkaca. Keempat candi lainnya hanya tersisa tinggal reruntuhannya saja.
Candi Gatutkaca. Batur candi setinggi sekitar 1 m dibuat bersusun dua dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik penampil. Anak tangga di batur terlindung dalam dalam bilik penampil.
Sepintas Candi Gatutkaca juga terlihat seperti bangunan bertingkat, karena bentuk atapnya dibuat sama dengan bentuk tubuh candi. Puncak atap sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Sekitar setengah meter di luar kaki candi terdapat batu yang disusun berkeliling memagari kaki candi. Di halaman Kompleks Candi Gatutkaca terdapat tumpukan batu reruntuhan keempat candi lain yang belum dapat disusun kembali.
c. Kelompok Dwarawati
Kelompok Dwarawati terdiri atas 4 candi, yaitu Candi Dwarawati, Candi Abiyasa, Candi Pandu, dan Candi Margasari. Akan tetapi, saat ini yang berada dalam kondisi relatif utuh hanya satu candi, yaitu Candi Dwarawati.
Candi Dwarawati. Bentuk Candi Dwarawati mirip dengan Candi Gatutkaca, yaitu berdenah dasar segi empat dengan penampil di keempat sisinya. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 50 cm. Tangga dan pintu masuk, yang terletak di sisi barat, saat ini dalam keadaan polos tanpa pahatan.
Pada pertengahan dinding tubuh candi di sisi utara, timur dan selatan terdapat semacam bilik penampil yang menjorok keluar membentuk relung tempat meletakkan arca. Bagian atas relung melengkung dan meruncing pada puncaknya. Ambang relung dihiasi pahatan bermotif bunga yang sederhana. Demikian juga sisi atas dinding bilik penampil. Ketiga relung pada dinding tubuh candi tersebut saat ini dalam keadaan kosong tanpa arca.
Sepintas candi ini juga terlihat seperti bangunan bertingkat, karena bentuk atapnya dibuat sama dengan bentuk tubuh candi. Di keempat sisi atap terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini, relung-relung tersebut juga dalam keadaan kosong. Puncak atap sudah tak tersisa lagi sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. Di halaman depan candi terdapat susunan batu yang mirip sebuah lingga dan yoni.
d. Candi Bima
Candi Bima terletak menyendiri di atas bukit. Candi ini merupakan bangunan terbesar di antara kumpulan Candi Dieng. Bentuknya berbeda dari candi-candi di Jawa tengah pada umumnya. Kaki candi mempunyai denah dasar bujur sangkar, namun karena di setiap sisi terdapat penampil yang agak menonjol keluar, maka seolah-olah denah dasar Candi Bima berbentuk segi delapan.
Penampil di bagian depan menjorok sekitar 1,5 m, berfungsi sebagai bilik penampil menuju ruang utama dalam tubuh candi. Penampil di ketiga sisi lainnya membentuk relung tempat meletakkan arca. Saat ini semuanya dalam keadaan kosong. Tak satupun arca yang masih tersisa.
Bentuk atap candi terdiri atas 5 tingkat, masing-masing tingkat mengikuti lekuk bentuk tubuhnya, makin ke atas makin mengecil. Setiap tingkat dihiasi dengan pelipit padma ganda dan relung kudu. Kudu ialah arca setengah badan yang nampak se olah-olah sedang menjenguk ke luar. Hiasan semacam ini terdapat juga di Candi Kalasan. Puncak atap sudah hancur sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. barangkali ada yang mau nambahin tolong diisi dikolom coment yang ada dibawah posting ini, terima kasih.
Tag : Sejarah
0 Komentar untuk "Candi-Candi di Jawa Tengah "

Back To Top