Setiap
kehidupan yang mawana tentu mempunyai alamnya masing masing…baik itu kehidupan
mahkluk didaratan di udara maupun dilautan…masing masing dengan
dunianya..(alamnya)….tiadalah kita mengetahui ..bagaimana hakekat dari suatu
keadaan kehidupan mahkluk mahkluk tersebut tanpa kita menyelami dan memasuki
alam dari kehidupannya itu...didalam olah kepribadian..diterangkan....jika
hakekat seluruh alam adalah diri kita..maka tiada yang diluar itu…memahami yang
dluar itu hakekatnya adalah memahami yang di dalam diri ini…...owah gingsirnya
bathin kita sangat berpengaruh pada kehidupan ARASY-mikro dan makro-kosmos
..jagad agung ..jagad alit..dialam raya ini....menyelam sedalam dalamya kedalam
samudra minang kalbu..yang didalamnya terdapat beraneka ragam kehidupan mikro
makro kosmos mahkluk segenap sagung dumadi…mencebur kedalamnya dan luruh bagai
menyatu mampu lebur didalam setiap kehidupan..betapa kita semakin mampu
mengenal diri kita yang hakekatnya adalah hidup didalam semua kahanan...setiap sesuatu
yang nampak dihadapan kita ..hakekatnya gambaran pancaran wujud dari sebagian
pribadi kita yang nampak …bagai bercermin didalam diri …CERMIN DIRI akan
kembali memantulkan biasnya sesuai dengan owah gingsirnya bathin
kita…...PANEMBAHAN SENOPATI….mencapai puncak sholatul ilmi-nya…..ketika beliau
tafakur dan tadabur….terkenal dengan istilah SEDAKEP SALUKU TUNGGAL….mencapai
kehampaan diri dan menemukan hakekat hidup yg sebener benernya tentang DIRI dan
PRIBADI……….yang mampu mengguncang istana DASAR SAMUDRA BIRU…
Setelah
bersemedi di tengah samudera pantai Parangritis memohon kepada Gusti Allah agar
dirinya diizinkan untuk menjadi raja di tanah jawa, Senopati lalu berjalan di
atas air menuju darat, jalannya bagaikan berjalan diatas tanah saja hebatnya
selama bersemedi ditengah samudera badannya tidak basah walau diterjang ombak
berkali-kali. Begitu dekat dengan bibir pantai alangkah terkejutnya dia
melihat Sunan Kalijaga berdiri disana. Dia lalu bersujud dan memohon ampun karena
telah berani menyombongkan diri dengan ilmunya itu..
Sunan Kalijaga
lalu berkata "Bangunlah hai putera Ki Gede Pamanahan, janganlah menuruti
kelemahan hati yang menyuarakan keserakahan, enyahkanlah bisikan setan itu,
bangkitlah hai murid Jaka Tingkir!". Senopati lalu bangkit, Sunan Kalijaga
kemudian bertanya padanya "apakah benar kau sangat ingin menjadi raja yang
menguasai tanah jawa ini?", Senopati mengangguk perlahan, Sunan Kalijaga
bertanya lagi "meskipun itu berati kau harus berhadapan dengan guru
sekaligus ayah angkatmu Sultan Hadiwijaya dan berperang dengan seluruh negeri
Pajang yang selama ini menjadi negeri tumpah darahmu dan tempat alamrhum ayahmu
mengabdi?", Senopati lalu menundukan kepalanya, tubuhnya berguncang, air
matanya meleleh lalu pelan berkata "Hamba selalu memohon petunjuk kepada
Gusti Allah namun belum mendapatkan petunjuknya, mungkin Gusti Allah memberikan
petunjuknya lewat Kanjeng Sunan", Sunan Kalijaga tersenyum lalu kembali
membuka mulutnya "Baiklah Senopati akan kuberikan pelajaran yang amat
tinngi dari Kanjeng Rasul untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat"..
Sunan Kalijaga menghela nafas sebelum memberikan
wejangannya, lalu sambil duduk diatas sebuah batu karang dia memulai
wejangannya kepada Senopati "Perang itu sesungguhnya hanyalah suatu alat
penghancur untuk menghilangkan kerusakan yang disebabkan oleh kebhatilan,
diganti dengan yang baru. Timbulnya suatu peradaban itu adalah karena perombakan
dar yang silam yang manusia rusak sendiri. Agama Islam lahir sebagai agama
penutup, tidak akan ada lagi agama yang diridhai oleh Gusti Allah selain Islam,
Kitab suci Al Qur'an lahir sebagai pelengkap dari semua kitab suci sebelumnya
yaitu Taurat, Zabur, dan Injil. Memang sudah menjadi takdir Hyang Maha Kuasa
kalau semua pemeluk kitab sebelum Al Qur'an itu akan selalu memusuhi para
pemeluk agama Islam jika mereka menolak untuk masuk Islam, dan diantara para
pemeluk Islam pun akan selalu muncul perbedaan, hal itu dikarenakan terbatasnya
daya berpikir manusia yang tidak akan pernah bisa menyingkap takdir
Illahi"..
Sambil memandang ke arah laut Sunan
Kalijaga menyedekapkan tangannya lalu melanjutkan ucapannya "Tanpa
persengketaan manusia tidak akan bergairah untuk hidup lebih maju. Tanpa perangpun semua mahluk akan menemui ajal yang telah digariskan.
Setelah itu diganti dengan manusia yang baru untuk meneruskan sisa pekerjaan
yang telah mati. Demikianlah seterusnya seperti alam raya yang terus bergerak
gberputar tak pernah diam, demikian pula pikiran manusia setiap detik bergerak terus
tak pernah berhenti. Manusia sebagai tempat roh akan mengalami masa bayi,
kanak-kanak, dewasa sampai kemudian mati, bagi yang tawakal berserah diri
kepada Gusti Allah tidak akan goncang hatinya. Walaupun tidak perang, alam akan
merusak dan menghancurkan kehidupan agar manusia menjadi sadar, bahwa dia tak
berkuasa apa-apa di dunia ini. Pandanglah kehidupan di sekitar kesultanan
Pajang anakku, mereka itu adalah manusia-manusia yang tak menyadari asalnya dan
diperbudak oleh khayalan. Perjalan hidup manusia tidak bisa tetap, bagaikan
alam, ada terang dan gelap, ada panas dan dingin, berubah-ubah sesuai kehendak
Hyang Maha Kuasa. Usia hidup dialam ini kasar ini tak ubahnya seperti kedipan
mata cepatnya bila dibandingkan dengan usia alam yang berjuta-juta tahun. Oleh
sebab itu terimalah segala derita ataupun semua cobaan dengan ikhlas nerima
kepada yang telah digariskan oleh Gusti Allah.".
Sunan Kalijaga
lalu mengelus-elus jenggotnya "Atma atau roh itu tak dapat dihancurkan
dengan kekuatan apapun, tak dapat dilihat, tak dapat dipikirkan, tak bisa
berubah sifatnya. Tak bisa dibunuh walaupun jasad yang menjadi temaptnya
bersemayam dihancurkan. Semua mahluk pada permulaannya tidak tampak, setelah
melalui nafsu birahi antara pria dan wanita diasatukan, barulah dibentuk dalam
rahim. Setelah dilahirkan barulah nampak, semenjak kecil hingga tua bangka,
mereka tak menyadari bahwa mereka berasal dari tak tampak yaitu tiada. Kematian
menjadi momok ketakutan bagi yang tak mengenal atmanya. Orang seringkali
memperbincangkan tentang roh, meskipun demikian hanya beberapa orang saja yang
mengerti pada sifat abadi itu. Ada dan tiada sama saja bagi siapa yang
sesungguhnya mengetahui sajatining kebenaran. Yang menguasai manusia dialam
lahir ilaha pancaindra, sedangkan Atma adalah pendukung raga seluruhnya.
Lahirnya pancaindra setelah menjelma menjadi manusia, sedangkan atma sudah ada
sebelum manusia lahir kedunia. Tetapi janganlah menyekutukan atma dan
pancaindra, karena didalam pancaindra itu terdapat nafsu-pikiran, itikad persaan
dan akal. Siapa yang beritikad baik pikirannyapun akan tenang, nafsunya dapat
terkendalikan, perasaannya akan lebih tajam, dan akalnyapun akan lebih cerdas.
Siapa yang dapat mengendalikan seluruh panca indranya dan memusatkan akal
budinya terhadap atma untuk bersujud berserah diri kepada Illahi, dialah yang
akan menemukan kebahagiaan sejati nan abadi dunia-akhirat. Illahi adalah yang
tak ada habis-habisnya dan tertinggi yang meniptakan alam semesta dengan segala
isinya, Adhi Atma adalah roh suci yang bersemayam dalam diri manusia, setan
adalah nafsu negatif yang menimbulkan nafsu keduniawian. Siapa yang mengingat
bahwa Gusti Allah adalah yang paling esa berkuasa, maka dialah yang mengetahui
kebenaran..
Deru ombak
menggetarkan tempat itu, semakin lama semakin pasang, namun Sunan Kalijaga
meneruskan wejangannya " Orang yang sempit pikirannya menganggap Illahi
itu hanya bersifat tidak kelihatan dan beranggapan Illahi itu omong kosong
belaka yang tidak masuk akal, padahal Illahi ada dimana-mana dalam segala bentuk
dan kekal sifatnya yang memberikan daya berpikir pada seluruh manusia. Bukan
Ilmu ataupun kesaktian fisik yang bisa menuntun kejalan yang manunggal di Jalan
Illahi, karena ilmu tanpa disertai budi, dan kesaktian lahir adalah kesombongan
dan kemurkaan. Dia yang beriman, bertaqwa, dan bertwakal kepadanya dan
berikhtiar mempersatukan dia dengan Illahi sambil menjalankan kebajikan, dan
menyebarkan ajaran Illahi dia akan mencapai sifat yang diridhai Gusti Allah
untuk menjadi Khalifah Umatnya. Apa yang disebut prikebajikan adalah rendah
hati, jujur, sabar, dapat melepaskan pikiran dan hawa nafsu keduniawian, dan
tidak menyimpan kebencian. siapa yang melihat bahwa benda yang saling bunuh dan
bukan rohnya, siapa yang mengakui segala yang terjadi akibat kesalahannya
sendiri dialah yang nerima. Bangkitlah engkau Senopati anakku! Kalahkanlah
semua musuh-musuhmu! Karena engkau adalah alat untuk melenyapkan angkara murka
dan membentuk kehidupan yang baru di tanah jawa ini! .
Sesungguhnya
tanpa peranmu pun orang-orang Pajang yang berlindung dibawah kekuasaan Sultan
Hadiwijaya sudah mati, karena diliputi oleh benci dan dendam. Mereka
orang-orang yang berlindung dibawah kekuasaan Sulta Hadiwijaya untuk
melampiaskan hasrat serakahnya seperti serigala-serigala yang terkurung api,
sebentar lagi hangus terbakar. Janganlah bersedih hati menghadapi ujian ini
Senopati, semua yang kukatakan ini adalah Ilapat dari Gusti Allah demi
memberimu petunujuk atas permohonanmu kepada Gusti Allah siang dan malam, wahyu
keprabon untuk memimpin umat di tanah jawa ini telah berpindah dari Sultan
Hadiwijaya kepadamu karena Pajang telah rusak oleh orang-orang yang serakah.
Namun ketahuilah Mataram akan berumur pendek dari mulai engkau, anak dan
cucumu, cucumu akan menjadi raja yang sangat kaya, mataram akan mencapai puncak
kejayaannya, namun Mataram akan rusak oleh cicitmu karena bersekutu dengan
orang-orang asing bertubuh tinggi-besar, berkulit putih, berambut seperti
rambut jagung yang akan menyengsarakan seluruh umat di tanah jawa ini. kerusakan
Mataram akan ditandai dengan muculnya bintang kemukus setiap malam, sering
terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan, Gunung Merapi sering bergolak
dahsyat"..
Senopati
mengankat kepalanya "Yang kanjeng Sunan wejangkan benar-benar meresap
dalam sanubariku, hamba bersyukur ternyata Gusti Allah mengabulkan permohonan
Hamba dan alamarhum ayahanda. Namun yang belum saya mengerti mengapa di jagat
ini begitu banyak aliran kepercayaan?"
Sunan Kalijaga Menjawab " Sumbernya hanya satu seperti sumber air gunung yang sangat bersih tanpa ada kotoran mengalir kebawah. Lalu beranak sungai dihulu, dialirkan kesetiap arah untuk dipergunakan macam-macam keperluan seperti minum, mencuci, mengairi sawah, dan lain-lain sehingga kotor sulit dibersihkan kembali. Begitupun pengertian tentang Tuhan, siapa yang memuja Allah SWT dia akan pergi kepada Gusti Allah, siapa yang memuja Dewa dia akan pergi kepada Dewa, siapa yang memuja Jin dia akan pergi kepada Jin, siapa yang memuja Leluhur dia akan Pergi kepada Leluhurnya. Namun tetaplah semua akan kembali kepada satu sumbernya yaitu sang maha pencipta Gusti Allah SWT, La Illa Haillallah tiada tuhan selain Allah. Ada pula orang-orang yang menyerahkan hartanya sebagai bakti kepada Illahi, Namun dibalik hatinya ia meminta kembalinya yang lebih besar, itu namanya murka, ada orang yang berpura-pura memuja Illahi nmun mengharapkan upah, dia tidak akan sampai kepada Illahi. Begitulah pengertian tentang Tuhan, diolah beraneka ragam hasil pengertian akal tanpa budi, iman, dan Taqwa. Tidak demikian dengan orang yang beriman dan bertaqwa, dia akan terus menuju mencari sumbernya. Dia tidak akan terpengaruh oleh kesibukan dan nikmat duniawi yang tercipta darisetan pembawa hawa nafsu yang merusak. Dia akan senantiasa tenang, karena ia sadar bahwa semua pergolakan disebabkan oleh setan. Bagaikan orang yang berjalan di lorong gelap gulita yang menemukan pelita, demikianlah orang yang berserah diri kepada Gusti Allah SWT"..
Sunan Kalijaga Menjawab " Sumbernya hanya satu seperti sumber air gunung yang sangat bersih tanpa ada kotoran mengalir kebawah. Lalu beranak sungai dihulu, dialirkan kesetiap arah untuk dipergunakan macam-macam keperluan seperti minum, mencuci, mengairi sawah, dan lain-lain sehingga kotor sulit dibersihkan kembali. Begitupun pengertian tentang Tuhan, siapa yang memuja Allah SWT dia akan pergi kepada Gusti Allah, siapa yang memuja Dewa dia akan pergi kepada Dewa, siapa yang memuja Jin dia akan pergi kepada Jin, siapa yang memuja Leluhur dia akan Pergi kepada Leluhurnya. Namun tetaplah semua akan kembali kepada satu sumbernya yaitu sang maha pencipta Gusti Allah SWT, La Illa Haillallah tiada tuhan selain Allah. Ada pula orang-orang yang menyerahkan hartanya sebagai bakti kepada Illahi, Namun dibalik hatinya ia meminta kembalinya yang lebih besar, itu namanya murka, ada orang yang berpura-pura memuja Illahi nmun mengharapkan upah, dia tidak akan sampai kepada Illahi. Begitulah pengertian tentang Tuhan, diolah beraneka ragam hasil pengertian akal tanpa budi, iman, dan Taqwa. Tidak demikian dengan orang yang beriman dan bertaqwa, dia akan terus menuju mencari sumbernya. Dia tidak akan terpengaruh oleh kesibukan dan nikmat duniawi yang tercipta darisetan pembawa hawa nafsu yang merusak. Dia akan senantiasa tenang, karena ia sadar bahwa semua pergolakan disebabkan oleh setan. Bagaikan orang yang berjalan di lorong gelap gulita yang menemukan pelita, demikianlah orang yang berserah diri kepada Gusti Allah SWT"..
Senopati lalu bangun, Sunan Kalijaga lalu
mengajaknya pulang ke Kota Gede "Mari anakku aku ingin melihat rumahmu dan
kota yang telah engkau bangun", Senopati menjawab "Mari kanjeng
Sunan". Setelah sampai Sunan Kalijaga memerintahkan Senopati untuk
memagari rumahnya dan membangun tembok dari batu bata disekitar Kota Gede
dengan memberi petunjuk lewat air doanya "Senopati anakku, bila kelak
engkau hendak membangun tembok benteng Kota Gede ikutilah tempat dimana aku
mengikuti air tadi, nah selamat tinggal anakku, aku hedak pulang ke Kadilangu".
Senopati lalu membangun tembok kota mengikuti saran yang
Sunan Kalijaga sampaikan. Wejangan itupun diresapinya hingga kelak tiba saatnya
ia menjadi raja sekaligus penyebar agama islam di tanah jawa ini..
PUPUH II
S I N O M
01
Nulada laku utama, tumrape wong Tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda,
Panembahan Senopati, kepati amarsudi, sudane hawa lan nepsu, pinesu tapa brata,
tanapi ing siyang ratri, amamangun karenak tyasing sesama.
(Contohlah perbuatan yang sangat baik, bagi penduduk di tanah Jawa, dari
seorang tokoh besar Mataram, Panembahan Senopati, berusaha dengan kesungguhan
hatinya, mengendapkan hawa nafsu, dengan melakukan olah samadi, baik siang dan
malam, mewujudkan perasaan senang hatinya bagi sesama insan hidup)
02
Samangsane pesasmuan, mamangun martana martani, sinambi ing saben mangsa, kala
kalaning asepi, lelana teki-teki, nggayuh geyonganing kayun, kayungyun eninging
tyas, sanityasa pinrihatin, puguh panggah cegah dhahar, lawan nendra.
(Saat berada dalam pertemuan, untuk memperbincangkan sesuatu hal dengan
kerendahan hati, dan pada setiap kesempatan, di waktu yang luang mengembara
untuk bertapa. Dalam mencapai cita-cita sesuai dengan kehendak kalbu, yang
sangat didambakan bagi ketentraman hatinya. Dengan senantiasa berprihatin, dan
memegang teguh pendiriannya menahan tidak makan dan tidak tidur.)
03
Saben nendra saking wisma, lelana laladan sepi, ngisep sepuhing supana, mrih
pana pranaweng kapti, titising tyas marsudi, mardawaning budya tulus, mese reh
kasudarman, neng tepining jala nidhi, sruning brata kataman wahyu dyatmika.
(Setiap kali pergi meninggalkan rumah (istana), untuk mengembara di tempat yang
sunyi. Dengan tujuan meresapi setiap tingkatan ilmu, agar mengerti dengan
sesungguhnya dan memahami akan maknanya, Ketajaman hatinya dimanfaatkan guna
menempa jiwa, untuk mendapatkan budi pikiran yang tulus, Selanjutnya memeras
kemampuan (acara untuk mengendalikan pemerintahan, dengan memegang teguh pada
satu pedoman) agar mencintai sesama insan. (Pengerahan segenap daya olah semedi)
dilakukannya di tepi samudra. Dalam semangat bertapanya, yang akhirnya
mendapatkan anugerah Illahi, dan terlahir berkat keluhuran budi)
04
Wikan wengkoning samodra, kederan wus den ideri, kinemat kamot hing driya,
rinegan segegem dadi, dumadya angratoni, nenggih Kanjeng Ratu Kidul, ndedel
nggayuh nggegana, umara marak maripih, sor prabawa lan Wong Agung Ngeksiganda.
(Setelah mengetahui yang terkandung dalam samudra, dengan berjalan mengelilingi
sekitarnya, merasakan kesungguhan yang terkandung di dalam hatinya. Untuk dapat
digenggam, sehingga berhasil menjadi raja. Tersebutlah Kanjeng Ratu Kidul
keluar menjulang mencapai angkasa, mendekati datang menghadap dan memohon
dengan suara halus, karena kalah wibawa dengan tokoh besar dari Mataram)
05
Dahat denira aminta, sinupeket pangkat kanci, jroning alam palimunan, ing
pasaban saben sepi, sumanggem anjanggemi, ing karsa kang wus tinamtu, pamrihe
mung aminta, supangate teki-teki, nora ketang teken janggut suku jaja.
(Kanjeng Ratu Kidul) memohon dengan sangat, untuk dapat mempererat hubungan
dalam kedudukannya di alam ghaib. Pada saat sedang mengembara di tempat yang
sunyi, ia selalu bersedia dan tidak akan ingkar janji, terhadap kehendak
(Kanjeng Senopati) yang telah ditentukannya. Yang diharapkannya hanyalah
memohon ridho-NYA berkat olah tapanya, meskipun harus bersusah payah membanting
tulang.)
06
Prajanjine abipraja, saturun-turun wuri, Mangkono trahing ngawirya, yen amasah
mesu budi, dumadya glis dumugi, iya ing sakarsanipun, wong agung Ngeksiganda,
nugrahane prapteng mangkin, trah tumerah darahe pada wibawa.
(Kanjeng Ratu Kidul) berjanji dan berikrar, bahwa hingga keturunannya (Kanjeng
Panembahan Senopati) kelak dikemudian hari. Demikianlah keturunan bangsawan
besar, bila sedang menempa diri untuk mencapai kesempurnaan budi/batin. Tentu
akan berhasil dan cepat terkabul, apa saja yang dikehendakinya. Tokoh besar
Mataram, anugerahnya masih tampak hingga kini, Turun temurun keturunannya mulia
dan berwibawa.)
07
Ambawani tanah Jawa, kang padha jumeneng aji, satriya dibya sumbaga, tan lyan
trahing Senapati, pan iku pantes ugi, tinelad labetanipun, ing sakuwasanira,
enake lan jaman mangkin, sayektine tan bisa ngepleki kuna.
(Yang memerintah di tanah Jawa menjadi raja, para ksatria yang melebihi
daripada yang lain. Mereka tidak lain adalah keturunan Panembahan Senopati,
yang pantas untuk dijadikan panutan dalam perbuatan baiknya. Disesuaikan dengan
kemampuannya, pada keadaan yang akan datang. Sesungguhnya memang tidak akan
dapat menyamai keadaan pada masa lalu.)
08
Luwung kalamun tinimbang, ngaurip tanpa prihatin, Nanging ta ing jaman mangkya,
pra mudha kang den karemi, manulad nelad Nabi, nayakeng rad Gusti Rasul,
anggung ginawe umbag, saben saba mampir masjid, ngajap-ajap mukjijat tibaning
drajat.
(Meskipun tidak memuaskan tapi masih lebih baik bila dibandingkan, dengan yang
hidupnya tanpa laku prihatin. Namun pada jaman yang akan datang, yang digemari
para anak muda, hanya sekedar meniru perbuatan Nabi. Rasulullah (yang
ditetapkan oleh Tuhan) sebagai panutan dunia, selalu dijadikan sandaran
menyombongkan diri. Setiap singgah ke masjid, mengharapkan mukjizat dapat
derajat (kedudukan tinggi).)
09
Anggung anggubel sarengat, saringane tan den wruhi, dalil dalaning ijemak,
kiyase nora mikani, katungkul mungkul sami, bengkrakan neng masjid agung,
kalamun maca kutbah, lelagone dhandhanggendhis, swara arum ngumandhang cengkok
palaran.
(Terus menerus tiada hentinya mendalami masalah syari'at, tanpa mengetahui inti
sarinya. Ketentuan yang dijadikan sandaran peraturan di dalam agama Islam.
Serta suri tauladan dari masa lampau yang dapat dipergunakan untuk memperkuat
suatu hukum, dengan bertingkah laku berlebihan di dalam masjid agung. Bila
berkhotbah seperti sedang nembang Dhandhanggula, suaranya berkumandang mengalun
dengan cengkok Palaran.)
10
Lamun sira paksa nulad, Tuladhaning Kangjeng Nabi, O, ngger kadohan panjangkah,
wateke tak betah kaki, Rehne ta sira Jawi, satitik bae wus cukup, aja ngguru
aleman, nelad kas ngepleki pekih, Lamun pungkuh pangangkah yekti karamat.
(Bila engkau memaksakan diri meniru ajaran, yang dilaksanakan Kanjeng Nabi. Oh
anakku! Terlalu jauh jangkauan langkahmu, dari dasar kepribadianmu tidak akan
tahan uji, nak! Karena engkau adalah orang Jawa, sedikit saja sudah cukup.
Janganlah berkeinginan mendapat pujian, lalu meniru perbuatan layaknya orang
fakih. Asalkan engkau tekun dalam mengejar cita-citamu pasti akan mendapatkan
rahmat pula.)
11
Nanging enak ngupa boga, rehne ta tinitah langip, apa ta suwiteng Nata, tani
tanapi agrami, Mangkono mungguh mami, padune wong dhahat cubluk, durung wruh
cara Arab, Jawaku bae tan ngenting, parandene pari peksa mulang putra.
(Alangkah baiknya mencari nafkah, karena telah ditakdirkan hidup miskin, lebih
baik mengabdi pada raja, untuk bertani atau berdagang. Demikianlah menurut
pendapatnya, dan menurut pendapat orang yang sangat bodoh, serta belum mengerti
bahasa Arab. Sedangkan pengetahuan tentang bahasa Jawa saja tidak tamat,
walaupun demikian tetap memaksakan diri mengajar anak-anaknya.)
12
Saking duk maksih taruna, sadhela wus anglakoni, aberag marang agama, maguru
anggering kaji, sawadine tyas mami, banget wedine ing besuk, pranatan ngakir
jaman, Tan tutug kaselak ngabdi, nora kober sembahyang gya tininggalan.
(Karena ketika masih muda dulu, walaupun hanya sebentar pernah mengalami
perasaan tertarik pada soal agama. Bahkan berguru juga tentang ibadah haji,
rahasianya yang menjadi pendorong utama terhadap maksud hati. Sangatlah takut
pada ketentuan, yang berlaku pada akhir jaman kelak. Namun belajarnya belum
sampai selesai telah terburu mengabdi, bahkan acapkali tidak sempat
bersembahyang karena sudah dipanggil majikan.)
13
Marang ingkang asung pangan, yen kasuwen den dukani, abubrah bawur tyas
ingwang, lir kiyamat saben hari, bot Allah apa gusti, tambuh-tambuh solah
ingsun, lawas-lawas graita, rehne ta suta priyayi, yen mamriha dadi kaum temah
nista.
((Menghadap) kepada orang yang memberi
nafkah, bila terlalu lama datangnya pasti mendapat marah. Sehingga membuat
kacau balau perasaan hati, layaknya kiamat setiap hari. Apakah berat kepada
Tuhan atau rajanya. Tingkah perbuatannya menjadi ragu-ragu, lama kelamaan
terpikir di dalam hati. Karena terlahir sebagai anak seorang terhormat, bila
ingin menjadi penghulu tentulah tidak pantas.)
14
Tuwin ketib suragama, pan ingsun nora winaris, angur baya angantepana, pranatan
wajibing urip, lampahan angluluri, aluraning pra luluhur, kuna kumunanira,
kongsi tumekeng semangkin, Kikisane tan lyan among ngupa boga.
(Demikian pula untuk menjadi khotib atau
juru agama, juga tidak patut karena tidak punya wewenang jabatan tersebut.
Lebih baik berpegang teguh, pada ketentuan kewajiban hidup. Menjalankan adat
istiadat leluhur, sesuai dengan yang dijalankan oleh para leluhur, sejak jaman
dahulu kala hingga kini. Keputusannya tidak lain hanyalah mencari nafkah hidup)
15
Bonggan kang tan mrelokena, mungguh ugering ngaurip, uripe tan tri
prakara, wirya, arta, tri winasis, kalamun kongsi sepi, saka wilangan
tetelu, telas tilasing janma, aji godhong jati aking, temah papa papariman ngulandara.
(Salahnya sendiri jika tidak memerlukan
sesuatu, yang patut menjadi pegangan hidup. Kehidupan yang patut dilengkapi
dengan tiga macam syarat, ialah kekuasaan, harta, dan kepandaian. Bila sampai
terjadi sama sekali tidak memiliki, salah satu dari tiga syarat tersebut,
akhirnya akan menjadi orang yang tidak berguna, dan masih berharga daun jati
yang sudah kering. Akhirnya hina papa menjadi pengemis, yang pergi tidak tentu
arah tujuannya.)
16
Kang wus waspada ing patrap, mangayut ayat winasis, wasana wosing Jiwangga,
melok tanpa aling-aling, kang ngalingi kaliling, wenganing rasa tumlawung,
keksi saliring jaman, angelangut tanpa tepi, yeku aran tapa tapaking Hyang
Sukma.
(Yang telah arif bijaksana
melaksanakannya, dalam merangkum tanda-tanda kebesaran Tuhan yang terdapat di
alam semesta. Pada akhir inti jiwanya, akan tampak jelas tanpa dihalangi tabir.
Maka jiwa pun terbuka dengan jelas, hingga tampak jelas dari jauh seluruh
peredaran jaman. Hingga seolah-olah tidak terbatas dan bertepi. Demikianlah yang
dapat dikatakan bertapa dengan cara berserah diri secara mutlak ke haribaan
kebesaran Tuhan.)
17
Mangkono janma utama, tuman tumanem ing sepi, ing saben rikala mangsa,masah
amemasuh budi, lahire den tetepi, ing reh kasatriyanipun, susila anor raga, wignya
met tyasing sesame, yeku aran wong barek berag agama.
(Demikianlah insan yang telah mencapai
tingkat utama, yang kebiasaannya menyatu di tempat yang sunyi. Serta setiap
saat berulangkali mempertajam olah budinya, dan sikap lahiriyahnya tetap
berpegang, pada ketentuan jiwa ksatrianya yang rendah hati. Serta tahu benar
menyenangkan hati sesama insan, dan sudah tentu dapat dikatakan insan yang
serba baik, serta senang sekali pada ajaran agama.)
18
Ing jaman mengko pan ora, arahe para turami, yen antuk tuduh kang nyata, nora
pisan den lakoni, banjur njujurken kapti, kakekne arsa winuruk, ngandelken
gurunira, pandhitane praja sidik, tur wus manggon pamucunge mring makrifat.
(Pada masa mendatang tidaklah demikian
adanya, gejala yang timbul pada kawula mudanya. Bila mendapat petunjuk yang
benar, sama sekali tidak mengindahkannya. Selalu menuruti kehendak hatinya
sendiri, bahkan kakeknya pun hendak digurui. Dengan mengandalkan gurunya,
seorang pandita pejabat kerajaan yang arif bijaksana, serta memahami benar tembang
Pucung yang mengarah pada uraian ma'rifat.)
0 Komentar untuk "SUNAN KALI JAGA DAN PANEMBAHAN SENOPATI MENGGUNCANG ISTANA DASAR SAMUDRA"