Ratu Kalinyamat
Relief pada makam Ratu Kalinyamat di Masjid Mantingan
RatuKalinyamat (meninggal tahun 1579) adalah puteri raja Demak Trenggana yang menjadi bupati di Jepara. Ia
terkenal di kalangan Portugis sebagai sosok wanita pemberani.
Asal-Usul Pangeran dan Ratu Kalinyamat
Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Sultan Trenggono, raja
Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat.
Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang
asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di
laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya
adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke
Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama
Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama
baru Toyib.
Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang
mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan,
sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi
Retna Kencana putri bupati Jepara, sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu
Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan
Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.
Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan,
sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga
mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.
Kematian Pangeran
Kalinyamat
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja
keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang,
sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai
Betok milik Sunan Kudus menancap pada
mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah
pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja
Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian
kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah
membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi
wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih
pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang.
Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa
tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran
Kalinyamat disebut desa Prambatan.
Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat,
Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang
berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu,
dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat,
dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis. Dan
karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang
sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya
di Purwogondo,
disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang
dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan
sampai di Mantingan.
Ratu Kalinyamat
Bertapa
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Ia
kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah tidak akan
berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang.
Harapan terbesarnya adalah adik iparnya, yaitu Hadiwijaya alias Jaka Tingkir,
bupati Pajang, karena hanya ia yang setara
kesaktiannya dengan bupati Jipang.
Hadiwijaya segan menghadapi Arya Penangsang secara
langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak. Ia pun mengadakan sayembara
yang berhadiah tanah Mataram dan Pati. Sayembara itu dimenangi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki
Penjawi. Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan,
berkat siasat cerdik Ki Juru Martani.
Serangan Pertama
Ratu Kalinyamat pada Portugis
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya
Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun
demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior
yang dihormati.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap
anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi
permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu
hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari
utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil
membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan
Jepara masih bertahan.
Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran
selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit
Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali
ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa
Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari
setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.
Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan
orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa
Portugis dan kaum Hative.
Serangan Kedua
Ratu Kalinyamat pada Portugis
Pada tahun 1564, Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh
meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Saat itu Demak
dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra
Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka
tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa.
Serangan itu gagal.
Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu
Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi
15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru
tiba di Malaka bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh
sudah dipukul mundur oleh Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka.
Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan
itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar.
Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak perundingan damai karena
terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan
yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan
memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar
sepertiga saja yang tiba di Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah
menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis
mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige
Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa,
seorang perempuan pemberani".
Pengganti Ratu
Kalinyamat
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat
makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.
Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda. Yang
pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu
Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun. Yang kedua
adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian
menjadi bupati Demak. Sedangkan
yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana
(adik Trenggana).
Ayah Pangeran Arya Jepara
adalah Maulana
Hasanuddin raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun
1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut
takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa
mundur setelah ki Demang Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih
Mangkubumi Kesultanan Banten.
Demikian informasi yang bisa saya berikan Semoga bermanfaat.
Tag :
Sejarah
0 Komentar untuk "Sejarah Ratu Kalinyamat"