Di daerah Banyumas berkembang bahasa jawa dialek Banyumasan. Banyak
kalangan berpendapat bahwa bahasa Banyumasan adalah bahasa yang lebih tua dari
pada bahasa jawa yang berkembang saat ini. Bahasa Banyumas memiliki spesifikasi
berupa penggunaan vokal dan konsonan pada akhir kata yang diucapkan dengan
jelas. Misalnya : tiba, sega, mangga, jeruk, manuk, kepadhuk, dan lain-lain.
Pengucapan vokal dan konsonan seperti ini mirip dengan pola pengucapan pada
bahasa Jawa Kuna, misalnya : “tan ana dharma mangrwa “. Dilihat dari kosa kata,
bahasa Banyumasan memiliki kosa kata yang dekat dengan bahasa Kawi, misalnya :
inyong mirip dengan ingong, rika sama dengan rika.
Di daerah Banyumas terdapat berbagai bentuk upacara tradisional yang unik
dan khas berkaitan dengan sistem kepercayaan dan pandangan hidup masyarakatnya,
antara lain:
Upacara Tradisional Unggah-unggahan, yaitu upacara selamatan yang dilaksanakan pada setiap hari jumat kliwon
pada bulan Ruwah bertempat Makam Bonokeling, Desa Pekuncen, kecamatan
Jatilawang. Upacara ini dilakukan oleh anak keturunannya dan masyarakat
sekitar.
Upacara Tradisional Udhun-udhunan, yaitu upacara
selamatan yang dilaksanakan pada setiap bulan Syawal di Makam Bonokeling, Desa
Pekuncen, Kecamatan Jatilawang. Upacara ini dilakukan oleh anak keturunannya
dan masyarakat sekitar.
Penjamasan Pusaka atau Jimat. Upacara
penjamasan pusaka/jimat dilaksanakan di tiga daerah:
(i) Desa Kalisasak Kecamatan Kebasen, upacara ini didahului dengan
keluarnya Pusaka/Jimat peninggalan Amangkurat II (Raja Mataram) dari tempan
penyimpanan oleh juru kunci dan ditempatkan di mimbar khusus tempat penjamasan.
Proses penjamasan untuk senjata tajam dilakukan dengan cara digosok-gosok
berulang-ulang dengan menggunakan ramuan jeruk nipis, katul (dedak) dan bubuk
warangan. Untuk yang bukan senjata tajam dilakukan dilakukan dengan pengasapan
kemenyan.
(ii) Kalibening Desa Dawuhan Kecamatan Banyumas. Untuk Kalibening,
pusaka/jimat setelah dikeluarkan dari tempat penyimpanan kemudian dikirab
menuju sumur pesucen di komplek Makam mBah Kalibening. proses penjamasan
pusaka/jimat dijamas dengan air yang diambil dari sumur pesucen.
(iii) Desa Gambarsari Kecamatan Kebasen. Prosesi sama dengan di Desa
Kalisasak.
Upacara Tradisional Jaro Rojab. Upacara penggantian jaro (pagar) lama yang ada di kompleks Masjid Saka Tunggal Cikakak Wangon, dilakukan prosesi pembuatan pager jaro yang mengelilingi seluruh kompleks masjid, dilaksanakan setiap tanggal 27 Rajab dalam hitungan aboge, mundur satu hari dari hitungan tahun Hijriyah.
Bambu dibawa secara sukarela oleh penduduk setempat kemudian dibuat bahan
jaro (pagar) dan sebelum dipasang dicuci dengan air sungai yang ada di sekitar
kompleks makam.
Suran atau Sedekah Bumi. Hampir semua
masyarakat Banyumas mengenal upacara Suran. Yaitu upacara tradisional sedekah
bumi yang ditujukan untuk tujuan Tolak Bala dengan cara bermacam-macam seperti
ruwat bumi, upacara selamatan dimakam leluhur & lain-lain.
Upacara ini dilaksanakan pada Bulan Syura biasanya didahului dengan prosesi
kirap hasil bumi berupa ketela pohon, padi, jagung, dll. Dilengkapi pula dengan
tumpeng Panca Warna , Sanggabuana, Robyong dan Kuat, setelah tumpeng dikepung
(makan bersama). Dilaksanakan di Desa Ketenger Baturraden. Untuk Daerah
Sokaraja ada tambahan tumpeng uceng.
Sadranan, sebagaimana Suran hampir semua masyarakat
Banyumas mengenal Sadranan, yaitu prosesi bersih kuburan yang dilanjutkan
dengan kenduren. Sadranan adalah suatu bentuk upacara mengenang arwah leluhur
dengan cara membersihkan makamnya menjelang pelaksanaan pelaksanaan puasa di
Bulan Ramadhan.
Banyumas memiliki pakaian tradisional yang sangat khas. Pada kalangan wong
cilik di jumpai pakaian seperti lancingan, bebed wala, pinjungan, iketan,
nempean dan lain-lain. Adapun pada kalangan priyayi dijumpai pakaian Beskap
untuk kamu Pria sedangkan Nyamping untuk kaum Wanita. Apabila pakaian Adat ini
diberdayakan secara maksimal untuk kepentingan wisata niscaya akan menjadi daya
tarik tersendiri bagi wisatawan.
0 Komentar untuk "Tradisi yang masih ada di masyarakat Banyumas"