pengaktifan kembali rel kereta
purwokerto wonosobo. sejarah pembangunan rel kereta
purwokerto-wonosobo
Pernah sekali,
aku pergi … dari Purwokerto ke Wonosobo,
untuk menengok nenek disana,
mengendarai kereta api …
aku pergi … dari Purwokerto ke Wonosobo,
untuk menengok nenek disana,
mengendarai kereta api …
Plesetan
lirik lagu Kereta Malam itu mungkin mengingatkan generasi tua
yang hidup di usia produktif di era tahun 70-an, ketika (sampai ditutup pada
1978) masih ada rangkaian kereta api jurusan Purwokerto-Wonosobo,
melalui kota-kota Sokaraja, Klampok, dan Banjarnegra. Jalur rel kereta api itu,
kini, setelah hampir 30 tahun ‘mangkrak’ diwacanakan akan dihidupkan
kembali oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Seperti umumnya jalur rel kereta api di Pulau Jawa, jalur yang
menghubungkan kota-kota di tengah Pulau Jawa ini memiliki sejarah panjang
terkait perekenomian kolonial Belanda. Sejarah yang terkait erat dengan
distribusi / transportasi hasil bumi dari perkebunan dan pertanian tanah Jawa
yang subur, di abad 18-19, yang tak lain kereta api adalah satu-satunya moda
transportasi. Jalur rel kereta api Purwokerto-Wonosobo yang dibangun Belanda
itu sangat terkait dengan beroperasinya pabrik gula tebu dan pengangkutan
hasil-hasil petanian serta perkebunan.
Kini santer berita keinginan PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk menghidupkan
kembali jalur lama Purwokerto-Wonosobo, yang
mulai masuk tahapan kegiatan survey setelah ada perintah dari Dirjen
Perhubungan Kementerian Perhubungan. Seperti dikatakan Humas Daop V Purwokerto,
Surono, survei itu untuk memastikan apakah jalur KA tersebut nantinya akan
memakai jalur lama yang kini sudah banyak terbengkalai atau perlu pembuatan
jalur baru. Tahun ini survey ditargetkan selesai, dan kegiatan pembangunan
kembali rel kereta api Purwokerto-Wonosobo akan berlangsung 2016-2017.
Pilihan-pilihan yang
beredar adalah pembangunan jalan layang untuk jalur rel kereta api di dalam
kota Purwokerto, dimana jalan layang akan menghindari kepadatan lalu lintas
kendaraan di dalam kota. Pilihan ini juga tidak memerlukan pembebasan lahan
karena praktis melewati lahan milik PT KAI sendiri yang dulunya merupakan jalur
rel kereta api hingga ditutup pada 1978.
Jalur kawasan padat dan
ramai di Purwokerto, melewati depan kantor Daop V ke arah timur melalui
pertokoan di sepanjang Jalan Jenderal Soedirman hingga ke Kecamatan Purwokerto
Timur sampai Kecamatan Sokaraja sebelum masuk wilayah Purbalingga.
Pilihan lain adalah
membangun jalur baru, yaitu dari stasiun Notog ke timur, sekaligus untuk
pengembamgan wilayah dan pengaktifan stasiun Notog sendiri. Wacana atau pilihan
ini disampaikan oleh Juli Krisdianto, Ketua DPRD Kabupaten Banyumas. Pilihan
ini tentu saja, bagi PT KAI, memerlukan dana untuk pembebasan lahan untuk
pembuatan jalur baru itu.
Mari kita tunggu apa rekomendasi dan hasil survey.
Apabila pengaktifan rel kereta api ini terealisasi maka rel yang penuh sejarah
ini akan melahirkan pula sebuah ironi
sejarah. Dikatakan ironi sejarah, karena sejarah rel kereta api sangat
terkait dengan pabrik gula, sekalipun bukan satu-satunya alasan pembangunan rel
kereta api jaman itu. Namun di saat wacana pengaktifan kembali rel kereta api itu
mencuat, pada saat yang sama Pabrik Gula Kalibagor di ambang roboh dan konon
sudah dikuasai oleh swasta sekalipun diduga merupakan peninggalan bangunan yang
dilindungi (cagar budaya).
Sejarah rel kereta api Purwokerto – Wonosobo
Prasarana
yang tersisa di jalur rel kereta api Purwokerto-Wonosobo
Sebuah
sumber menyebut, pembangunan jalur kereta api rute Purwokerto-Wonosobo mulai
dibangun secara bertahap pada periode tahun 1893 – 1917 oleh perusahaan kereta
api swasta SDS (Serajoedal Stoomtram Maatschappij). Usulan pembangunan
jalur ini disampaikan oleh pabrik-pabrik gula yang ada di daerah Banyumas.
Posisi jalur kereta api rute Purwokerto – Wonosobo tidak jauh dari
pabrik-pabrik gula yang ada di Banyumas karena dari pabrik-pabrik gula inilah
nantinya pengangkutan barang rutin akan dilakukan.
Jalur kereta api rute Purwokerto-Wonosobo sepanjang 92,1 kilometer
melalui kota Purwokerto, Sokaraja, Banjarsari, Klampok, Banjarnegara, dan
Wonosobo (ke arah timur). Selain itu juga dibangun jalur cabang Banjarsari –
Purbalingga sepanjang 7 km yang diresmikan pengoperasiannya pada tahun 1900.
SDS juga membangun jalur kereta api yang menghubungkan
Purwokerto-Patikraja-Sampang-Maos (ke arah selatan) sepanjang 29 km dan
diresmikan pengoperasiannya pada tahun 1896.
Jalur ini diujicoba
terlebih dahulu untuk pengangkutan barang milik Pemerintah Hindia Belanda.
Untuk selanjutnya disamping mengoperasikan gerbong barang, perusahaan ini juga
mengoperasikan kereta penumpang untuk masyarakat umum. Kereta api yang melintas
rute ini ternyata sangat diminati oleh masyarakat Banyumas sebagai sarana
transportasi yang efektif dan murah.
Perusahaan-perusahaan
swasta besar yang paling berkepentingan dan paling banyak menggunakan jasa
kereta api adalah perusahaan gula. Sejak kereta api beroperasi maka seluruh
muatan milik pabrik gula diangkut dengan kereta api. Barang-barang milik pabrik
gula yang diangkut dengan kereta api antara lain perlengkapan pabrik seperti
batu gamping, mesin, barang logam, bahan bakar dan pembungkus gula.
Jalur rel kereta api jaman dulu menopang Pabrik Gula
Selain itu dimuat juga perlengkapan perkebunan tebu
seperti bibit dan pupuk. Barang-barang tersebut semuanya didatangkan dari luar
Banyumas, bahkan dari luar negeri. Sedangkan yang dibawa keluar dari wilayah
Banyumas misalnya gula dan sirup tebu. Barang-barang ini dibawa ke pelabuhan
Cilacap untuk selanjutnya dikapalkan ke luar negeri atau barang-barang tersebut
dibawa ke stasiun Maos untuk selanjutnya diangkut oleh kereta api milik perusahaan Staats
Spoorwegen (SS) ke Batavia (Jakarta).
Selain perkebunan tebu,
daerah Wonosobo kaya dengan hasil perkebunan tembakau dan pertanian. Hasil
pertanian dan perkebunan tembakau di daerah Wonosobo sebelah utara (Dieng) juga
diangkut oleh kereta api. Pada masa jayanya, 1 rangkaian kereta api terdiri
dari gerbong barang dan kereta penumpang. 1 Rangkaian kereta api dapat mencapai
5 kereta. Gerbong barang biasanya adalah hasil bumi seperti sayuran dan
tembakau. Pada masa itu, jadwal kereta adalah 2 kali dari Wonosobo yaitu pagi
dan sore, serta 2 kali dari Purwokerto yaitu pagi dan sore juga, sehingga ada 2
rangkaian yang digunakan.
Di antara stasiun-stasiun
itu, yang memiliki dipo adalah stasiun Purwokerto, stasiun Banjarnegara dan
stasiun Klampok.
Seiring perkembangan
transportasi jalan raya, maka jalur kereta api rute Purwokerto-Wonosobo ditutup
pada tahun 1978 karena kalah bersaing dengan moda yang menggunakan jalan raya.
Hanya tersisa jalur rute Purwokerto – Purwokerto Timur (5 km) yang beroperasi
untuk kereta barang sampai dengan tahun 1985. Saat ini kondisi untuk jalur rute
Purwokerto-Wonosobo dalam kondisi rusak karena lebih dari 24 tahun
terbengkalai. Kondisi rusak meliputi aset rel, jembatan dan stasiun. Berbagai
prasarana kereta api telah dipakai pihak lain seperti untuk jalan raya, rumah
penduduk, persawahan, pertokoan dan fasilitas umum lainnya. Dari total panjang
rel 92,1 km, kurang dari 10 persen yang tersisa, sementara 90 persen rel sudah
dibongkar.
Kini
jalur tersebut akan diaktifkan kembali, tentu memiliki banyak aspek yang harus
diperhitungkan. Jalur kereta api rute Purwokerto-Wonosobo dapat dikembangkan
untuk kereta api wisata, angkutan barang dan tentu saja penumpang.
0 Komentar untuk "Pengaktifan Rel Kereta Api Purwokerto-Wonosobo"